Hakikat Idulfitri
Teodisi.com : Pada waktu manusia diciptakan Allah dalam perut ibunya, dia dalam keadaan fitrah. Kata ‘fitrah’ berasal dari kata ‘
fathara’; artinya membelah.
Membelah merupakan salah satu cara penciptaan; dari satu sel menjadi dua sel kemudian menjadi empat sel. Dari empat sel menjadi delapan sel lalu menjadi enam belas sel dan seterusnya.
Jadi, fitrah artinya penciptaan. Manusia adalah ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah sejak dalam kandungan ibu hingga menjadi ahsanu taqwim.
Ciri makhluk yang ahsanu taqwim adalah memiliki sam’a (pendengaran), abshor (penglihatan), dan af’idah (otak).
Mahkluk yang berpikir, dan dengan pikiran itulah Allah mengajarkan ilmu kepadanya; ‘wa ‘allama adama al- asmaa’a kullaha’.
Dengan demikian, antara manusia secara organis bilologis dan pshikologis, pasangan kelanjutan hidupnya adalah Alquran.
Manusia tanpa ber-Al-Qur’an dia tidak punya makna dalam hidupnya.
Al-Qur’an tanpa manusia juga tidak ada gunanya. Jadi, antara manusia dengan Alqur’an adalah azwaj (pasangan).
Maka tatkala kita keluar dari perut ibu kita, kalau orang tua kita aqidahnya benar, alhamdulillah. Qalbu kita akan dicetak dalam aqidah yang tauhid, sehingga kita tidak musyrik.
Tetapi apabila abawahu (orang tua, masyarakat, atau bangsanya) musyrik, maka qalbunya akan dicetak dalam aqidah musyrik. ‘Kullu mawludin yuuladu ‘alal futrah, fa abawahu yuhawwidaanihi aw yunashshironihi aw yumajjizaanih’;
Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi fitrah (masih dalam proses garis tangan genggaman Allah). Kemudian diserahkan kepada kedua orang tuanya untuk dididik.
Apakah orang tua tersebut menjaga amanah untuk mewakili Allah di dalam memprogram otak kita; memberikan ilmu.
Hal ini sangat tergantung pada orang tua, mereka hidup pada zaman apa. Kalau orang tuanya hidup dalam zaman jahiliyah, maka pasti ilmu yang diberikan adalah ilmu
jahiliyah sehingga rusaklah qolbu kita.
Bagaimana cara mengembalikan kondisi qolbu yang tadinya fitrah, kemudian diisi oleh racun-racun jahiliyah kembali pada garis fitrahnya?
Inilah yang dimaksud Idulfitri; kembali kepada fitrah, yaitu kembali kepada Allah yang menjadi Robb pada saat kita diciptakan.
Saudara hidup bukan untuk diri saudara. Badan saudara bukan milik saudara. Umur saudara bukan milik saudara tetapi milik Allah.
Oleh karenanya gunakan untuk kepentingan Allah. Jangan saudara memiliki kesehatan hanya untuk kepentingan saudara. Itu namanya saudara korup kepada Allah.
Saudara dikasih amwal (harta) dan anfus (tenaga, pikiran, waktu dan kesehatan) tetapi semuanya untuk kepentingan diri sendiri, tidak ada yang untuk Allah.
Inilah bentuk orang yang ber-ilah kepada hawa nafsunya :
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuannya
dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah
telah mengunci mati pendengaran dan qolbunya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS. 45/23)
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (QS. 25/43)
Seluruh anggota tubuh saudara adalah sarana untuk mengabdi kepada Allah, jangan saudara gunakan untuk mengabdi kepada hawa nafsu.
Lalu bagaimana cara membersihkannya? Bagaimana cara mengembalikannya kepada fitrah? Bagaimana cara beridulfitri?
Orang-orang ketika setelah shaum ramadhan mereka merasa telah beridulfitri. Memang betul harinya idulfitri, tetapi manusianya belum tentu beridulfitri, tergantung apa yang dikerjakannya dalam satu bulan ramadhan.
Maka Allah memberikan methodology;
“Syahru romadhona alladzi unzila fihi alquran, hudan lin naas wa bayyinatin minal huda wa al- furqon,..’ (Al-Baqarah:185).
Inilah tehnik beridulfitri, kembali kepada fitrah, yaitu kembali kepada kesadaran aqidah yang haq menurut Al-Qur’an.
Narasi : YMM
Penanggung Jawab : Harun