Teodisi.com : Secara harfiah hadis berarti berbicara, perkataan, percakapan atau kejadian yang diceritakan. Dalam terminologi Islam istilah hadis berarti melaporkan, mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku Nabi Muhammad.
Hadis berdasarkan Jumlah Periwayat
Hadis Mutawatir, menurut bahasa kata Mutawatir berarti mutatabi’ yaitu yang (datang) berturut-turut dengan tidak ada jaraknya. Menurut istilah, hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang dalam setiap generasinya yang menurut adat tidak mungkin mereka berbuat dusta.
Dari definisi tersebut maka terdapat beberapa ciri atau syarat yang bisa disematkan pada hadis mutawatir yaitu; Diriwayatkan banyak orang, diterima banyak orang, tidak mungkin perawi yang banyak itu bersepakat untuk berdusta. Dan hadis itu didapat melalui panca indra.
Jika dilihat berdasarkan fungsi dari ilmu hadis yaitu untuk memberikan keyakinan atas berita yang disampaikan periwayat, maka kedudukan hadis mutawatir telah tercapai dengan baik. Bahwa yang terkandung di dalamnya adalah benar-benar dari Rasulullah Muhammad.
Hadis Ahad, Secara sederhana yang disebut hadis ahad adalah yang tidak mutawatir. Kata ahad (Arab) yang berarti satu, maka pengertian hadis ahad adalah yang disampaikan oleh satu periwayat.
Dalam beberapa literatur, pengertian hadis ahad adalah yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis mutawatir, atau yang jumlah periwayatnya terbatas dan tidak banyak sebagaimana hadis mutawatir.
Hadis Berdasarkan Kualitas
Hadis Sahih merupakan hadis yang disandarkan kepada Nabi Muhammad. Sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit. Sampai akhir sanad tidak ada kejanggalan dan tidak berikat. Hadis sahih terbagi menjadi dua yaitu, sahih lizathihi dan lighairi.
Hadis Hasan merupakan hadis yang dinukilkan oleh orang yang adil, tapi kurang kuat ingatannya yang muttasil sanadnya, tidak cacat dan tidak ganjil. Hadis hasan ini juga terbagi menjadi dua yaitu: Hadis sahih lizathihi dan sahih li-ghairihi.
Hadis Dhaif adalah hadis yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis sahih dan hadis hasan. Atau dapat juga diartikan hadis yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadis sahih atau hadis hasan.
Dari penjelasan di atas tentang hadis menurut literatur yang ada, maka sangat sulit mengetahui kesahihan sebuah hadis karena begitu rumitnya kompleksitas dan sumber yang ada.
Dimana ketetapan tentang sebuah peribadatan kita sandarkan kepada perkataan manusia yang dituturkan secara berurutan dari mulut ke mulut. Bahkan hadis sahih yang katanya sanadnya tersambung kepada Rasulullah apakah ada jaminan kepastian? Karena ibadah kepada Allah dibutuhkan keamanan tingkat tinggi dan harus valid.
Apakah Ketika seseorang menulis hadis tidak ada kemungkinan konflik kepentingan, atau kondisi psikologis yang mempengaruhi perkataan tersebut dan tidak terjadi deviasi? Siapa yang menjamin? Lagi-lagi kita hanya bersandar kepada seorang manusia yang tidak luput dari salah dan khilaf.
Hadis Menurut Al-Qur’an
Secara bahasa Hadis adalah berita atau kabar;
(Al-Buruj Ayat 17)
hal ataaka hadiisul-junuud
“Sudahkah sampai kepadamu berita tentang bala tentara (penentang),”
(Al-Ghasyiyah Ayat 1)
hal ataaka hadiisul-ghoosyiyah
“Sudahkah sampai kepadamu berita tentang (hari Kiamat)?”
(Az-Zalzalah 99: Ayat 4)
yauma-izing tuhaddisu akhbaarohaa
“Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya,”
Kutipan ayat di atas memperlihatkan bahwa Al-Qur’an beberapa kali menyebut kata hadis. Dan sebagaimana kita ketahui dalam literatur, hadis adalah semua perkataan maupun perbuatan yang disandarkan kepada Rasulullah Muhammad. Baik beliau setujui, dibiarkan, maupun yang dilarang.
“dan (ini) sesungguhnya Al-Qur’an yang sangat mulia, “dalam Kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuz). “Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan. “Diturunkan dari Tuhan seluruh alam.”Apakah kamu menganggap remeh berita ini (Al-Quran)?”. (Al-Waqi’ah 56: Ayat 77-81)
“Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Dia pasti akan mengumpulkan kamu pada hari Kiamat yang tidak diragukan terjadinya. Siapakah yang lebih benar perkataan(Nya) daripada Allah?”(An Nisa 4: ayat 87)
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Quran yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka ketika mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan Kitab itu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk.” (Az-Zumar 39: Ayat 23)
Berarti Al-Qur’an itu adalah hadis (perkataan Allah) yang paling mulia dan selainnya hanyalah hadis (perkataan) yang belum pasti kebenarannya. Kalau hadis yang paling baik adalah Al-Qur’an maka mengapa manusia masih mencari hadis (perkataan) selainnya?
“Itulah ayat-ayat Allah yang Kami bacakan kepadamu dengan sebenarnya; maka dengan perkataan mana lagi mereka akan beriman setelah Allah dan ayat-ayat-Nya.” (Al-Jasiyah 45: Ayat 6)
Maka, pada perkataan manakah sesudahnya (Al-Qur’an) mereka akan beriman? (Al-Mursalat 77: Ayat 50)
“Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al-Qur’an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yusuf 12: Ayat 111)
Bahkan ayat berikut ini dengan jelas melarang menggunakan hadis yang tidak berguna.
wa minan-naasi may yasytarii lahwal-hadiisi liyudhilla ‘ang sabiilillaahi bighoiri ‘ilmiw wa yattakhizahaa huzuwaa, ulaaa`ika lahum ‘azaabum muhiin.
“Dan di antara manusia (ada) yang mempergunakan percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (Luqman 31: Ayat 6)
Al-Qur’an Sebagai Kebenaran Sejati
Secara logis semestinya sudah cukup jelas pentingnya kita kembali kepada Al-Qur’an yang tidak ada keraguan didalamnya sebagai referensi yang valid yang dijamin keshahihannya. Adapun kitab selain Alquran kita jadikan sebagai alat menambah wawasan dan keilmuan.
Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan di dalamnya; (ia merupakan) petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, (Al-Baqarah 2: Ayat 2)
Kebenaran itu dari Tuhanmu. Maka, janganlah sekali-kali engkau (Nabi Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu. (Al-Baqarah 2: Ayat 147)
Baca Juga : Islam Bukan Agama ?
Inilah (Al-Qur’an) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia, petunjuk, dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Ali-Imran 3: Ayat 138)
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab Suci (Al-Quran) kepada hambaNya dan Dia tidak membuat padanya sedikit pun kebengkokan. (Al-Kahfi 18: Ayat 1)
Ayat berikut mempertegas kekhawatiran Rasulullah Muhammad sepeninggalnya. Sehingga sangat banyak hadis Rasulullah yang melarang menulis selain Al-Qur’an.
Rasul (Nabi Muhammad) berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an ini (sebagai) sesuatu yang diabaikan.” (Al-Furqan 25: Ayat 30)
Bahwa sesungguhnya sebaik-baik perkataan (hadis) adalah Al-Qur’an. Sementara hadis menurut kebanyakan orang hari ini, berasal dari perkataan Rasulullah dan menjadi sumber hukum, namun anehnya beberapa justru bertentangan dengan hukum Allah.
Tulisan ini hanya berusaha menunjukkan bukti dan data yang bersumber dari Al-Qur’an. Dalam upaya menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk jalan kebenaran Tuhan
semesta alam.
Penulis: Amran
Editor: Bayu
Referensi:
Al-Qur’an
Studi Ilmu Hadis (Alfiah, Fitriadi, Suja’I. 2016)