Antara Islam dan Khilafah Bagian 3

Teodisi.com : Dalam perkembangannya, khalifah
dipilih oleh satu lembaga syara yang mewakili ummat (ahlu al-hall wal aqd).
Sistem pemilihan khalifah dalam Islam dapat mengalami perubahan sesuai
perkembangan zaman selama tidak menyalahi garis-garis iman dan ketaatan pada hukum
Allah dan sunnah para Rasul-Nya. Pintu ijtihad dalam sistem pemerintahan tetap
terbuka dan sistem syura adalah sistem dasar yang menjadi prinsip dasar dalam
pemerintahan Khilafah dan pemilihan Khalifah.

 

Antara Islam dan Khilafah Bagian 3

Adapun yang berhak dipilih
sebagai khalifah haruslah dari internal orang-orang beriman yang telah teruji
loyalitas dan integritasnya. Banyak perintah dalam Al-Quran untuk tidak memilih
non-mu’min sebagai pemimpin. Di antara ayat Al-Quran yang mengisyaratkan
pemimpin itu harus dari kalangan orang-orang beriman adalah surat An-Nisa (4)
ayat 59 dan 144 berikut ini:

 

Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu (orang-orang
beriman). Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah
ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnah), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.

 

Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin) dengan
meninggalkan orang-orang mu’min. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata
bagi Allah (untuk menyiksamu)?

 

Lalu bagaimana dengan tuduhan
nepotisme dalam sistem susksesi kekhalifahan? Tidak ada aturan dalam Al-Quran
dan sunnah Rasul yang melarang mengangkat anak atau saudara kandung sebagai
Khalifah. Bahkan Al-Quran mengisyaratkan adanya dukungan terhadap generasi
biologis selama memiliki akidah yang benar dan kecakapan sebagai pemimpin.
Isyarat tersebut dapat dibaca dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 124 berikut ini:

 

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim
diuji Rabbnya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Jbrahim —
menunaikannya, Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam
bagi seluruh manusia”, Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari
keturunanku”, Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang
yang zalim”.

 

Bahwa betul keimanan (aqidah)
menjadi syarat utama bagi calon Khalifah, namun memilih seorang Khalifah dari
garis keturunan biologis bukanlah hal yang dilarang. Jika dalam praktiknya,
banyak Khalifah Umayyah dan Abbasiyah yang memilih anak dan saudara
laki-lakinya sebagai Khalifah, maka hal itu sangatlah wajar dan terbukti hal
itu dapat berjalan secara aman dan berkesinambungan selama beberapa abad.

 Baca Juga : Antara Islam Dan Khilafah Bagian 1


Selain itu, masa jabatan dari
seorang kepala negara (presiden dan perdana menteri) dalam sistem pemerintahan
negara-negara bangsa adalah terbatas, sedangkan dalam sistem Khilafah masa
jabatan seorang Khalifah tidak dibatasi. Selama seorang Khalifah sehat jasmani
dan tidak menyalahi sumpahnya, maka dia wajib ditaati oleh seluruh ummatnya.

 

c. Rakyat atau Penduduk.

 

Dalam sistem negara bangsa, warga
negara memiliki kewajiban dan hak yang sama, baik dalam hal ekonomi, sosial,
budaya, dan politik, sedangkan hal agama adalah urusan pribadi bukan urusan
negara. Secara politik, semua warga berhak untuk memilih dan dipilih menjadi
pemimpin.

 

Sedangkan dalam sistem Khilafah,
warga masyarakat memiliki kewajiban dan hak yang berbeda sesuai dengan golongan
kewargaannya, orang-orang mu’min, orang-orang muslim, dan orang-orang kafir
dzimmi. Secara politik, hanya orang-orang beriman yang berhak dipilih menjadi
pemimpin (ulil amri). Jika orang-orang beriman dan muslim dikenakan kewajiban
zakat, maka orang-orang kafir dikenakan kewajiban pajak. Dalam hal hukum,
semuanya memiliki hak yang sama khususnya dalam masalah pidana. Adapun dalam
masalah keyakinan, mereka diberi kebebasan untuk memilih keyakinannya, namun
Khilafah tetap ikut mengatur dan mengawasi masalah keagamaan.

 

d. Wilayah.

 

Dalam sistem negara bangsa,
setiap negara atau kerajaan bangsa memiliki batas-batas wilayah tertentu yang
menjadi wilayah kekuasaannya dan diakui oleh negara-negara lainnya, baik batas
wilayah darat ataupun laut. Suatu negara tidak boleh melakukan agresi atau
ekspansi dalam rangka memperluas wilayah negara atau kerajaannya.

Baca Juga : Antara Islam Dan Khilafah Bagian 2

Sedangkan dalam sistem Khilafah,
batas wilayah itu bersifat dinamis, trans-nasional, dan dapat berkembang sesuai
hasil perjuangan para mujahid di garda terdepan. Karena dalam sistem Khilafah,
yang ada hanyalah wilayah kekuasaan mu’min-muslim (Darul Islam) dan wilayah
kekuasaan kafir-musyrik (Darul Kufr). Karena misi Khilafah itu bersifat
universal, maka dia tidak dibatasi oleh bangsa, suku, ras, agama, atau bahasa.
Selama bangsa tersebut ingin bergabung dan mengakui kedaulatan Khilafah, maka
ia berhak menjadi warga Khilafah dan berlaku hubungan timbal balik (kewajiban
dan hak) di antara penguasa dan mereka sebagai warga.

 

Proses Penegakan Khilafah

 

Proses pembentukan satu negara
bangsa memiliki proses yang bervariasi, misalnya, lewat proklamasi kemerdekaan
dari penjajah, proses referendum, penaklukan atau pendudukan satu wilayah, dan
yang lainnya. Selain itu, umumnya suatu negara dibentuk oleh adanya kesamaan
nasib dan SARA, yang dipelopori oleh sekelompok tokoh tertentu. Sehingga dapat
dikatakan bahwa berdirinya suatu negara bangsa (nasionalis musyrik) murni untuk
kepentingan manusia.

 

Berbeda dengan Khilafah yang
selalu diawali dengars perjuangan dakwah dan jihad, yang dipimpin oleh seorang
Rasul Allah. Semua peradaban Khilafah Allah yang pernah ada di muka bumi ini
adalah hasil gerakan profetik, yakni gerakan misi risalah Allah yang dipimpin
oleh seorang Rasul. Diutusnya seorang Rasul ke tengah masyarakat merupakan awal
dari kebangkitan peradaban Islam atau Khilafah Allah, sehingga kehadiran
seorang Rasul Allah dalam proses penegakan khilafah adalah suatu keharusan,
sekaligus sudah menjadi Tradisi Allah (Sunnatullah) yang terus berulang dan
bersifat pasti.

Baca Juga : Apakah Musyrik itu ?

 

Jika hari ini ada banyak gerakan
penegakan Khilafah di dunia, namun tidak dipimpin oleh seorang Rasul Allah,
maka gerakan perjuangan tersebut bukanlah gerakan yang dikehendaki dan diridai
oleh-Nya, dan karenanya akan berakhir dengan kegagalan, kekalahan, dan
kekecewaan. Dalam sejarah peradaban dunia, tidak pernah ada gerakan khilafah
yang dipimpin oleh seorang Rasul Allah mengalami kegagalan. Semua perjuangan
para Rasul Allah dan orang-orang beriman mendapat jaminan pertolongan dan
kemenangan dari-Nya. Perhatikan garansi Allah tersebut dalam beberapa ayat
Al-Quran di bawah ini:

 

Al-Quran 8 surat Yunus (10) ayat
103:

 

Kemudian Kami selamatkan
rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman, demikianlah menjadi kewajiban
atas Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.

 

Al-Quran surat Ar-Rum (30) ayat
47:

 

Dan Sesungguhnya Kami telah
mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang
kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami
melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan Kami selalu
berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.

 

Al-Quran surat Muhammad (47) ayat
7:

 

Hai orang-orang mu’min, jika kamu
menolong (din) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.

 

Al-Quran surat Al-Mujadilah (58)
ayat 21:

 

Allah telah menetapkan: “Aku
dan rasul-rasul-Ku pasti menang”. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha
Perkasa.

 

Sahabatku…

 

Sebagai orang yang beriman kepada
firman-Nya, sudah seharusnya berpikir dan merenung, kenapa semua perjuangan
yang mengatas-namakan Islam, Allah dan RasulNya di dunia saat ini, selalu
berakhir dengan kekalahan dan kegagalan, serta menjadikan mereka sebagai
teroris? Jika mereka betul-betul beriman dan berjuang untuk kepentingan Allah,
pasti Dia akan menolong dan memenangkan mereka.

 

Satu hal yang tidak disadari oleh
para “mujahid” tersebut adalah bagaimana sunnah para Rasulullah dalam
menegakkan Khilafah-Nya di muka bumi. Mereka selalu berjuang sesuai keinginan
dan pemikiran (ghann) mereka sendiri, tidak mau melihat sunnah Rasulullah
Muhammad. Mereka berjuang dengan emosional kebangsaan dan selalu tergesa-gesa
ingin merebut kekuasaan negara-negara kafirmusyrik. Mereka lupa bahwa kekuasaan
itu adalah hak prerogatif Allah, bukan semata karena hasil kegigihan di medan
perang.

Baca Juga : Sejak Kapan Anda Beiman ?

 

Bagaimana caranya agar proses
perjuangan penegakan khilafah diridai oleh-Nya? Tidak ada cara lain kecuali
kembali kepada jalan-Nya, yakni jalan perjuangan yang ditempuh oleh para Nabi
dan Rasul Allah beserta orang-orang beriman di zamannya atau sering disebut
dengan istilah mengikuti Sunnah Rasul. Hakikat Sunnah Rasul
sendiri adalah cara dan jalan Rasul dalam menerapkan firman-firman Allah dalam
perjuangan dakwah dan jihad di jalan-Nya dari kondisi Makkiyah (gelap,
zhulummat) hingga kondisi Madaniyah (terang, nur), yakni memperoleh kemenangan
(Fajar Islam) dan tegaknya Din al-Islam dalam suatu wilayah kekuasaan
(khilafah).

 

Al-Quran dan sejarah mencatat,
ada tiga tahapan utama yang ditempuh oleh para Rasul Allah dalam menegakkan
Khilafah-Nya, yakni tahap Iman, tahap Hijrah, dan tahap Jihad. Tahap Iman
adalah tahapan dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad dalam membina
kader-kader pelopor dari orang-orang beriman yang siap membawa risalah Allah
dengan segala risikonya. Tahapan dakwah ini diawali secara selektif kepada
kalangan tertentu, khususnya keluarga dekat, hingga pada akhirnya mereka
berdakwah secara terang-terangan mewartakan dan mengajak bangsanya kembali
kepada sistem Allah yang fitrah. Ketika jumlah orang-orang beriman semakin
banyak dan mereka mendapat penolakan dan tekanan sosial politik dari penguasa
dan masyarakat kafir-musyrik, maka jalan damai yang mereka tempuh adalah hijrah
(eksodus) ke daerah yang siap menerima, mendukung, dan menjamin misi
risalah-Nya.

Baca Juga : Islam Bukan Agama

 

Ketika orang-orang beriman (kaum
Muhajir) tiba di daerah Yatsrib yang kondusif untuk berdakwah, maka dibantu
oleh kaum Anshar, mereka diizinkan oleh Allah untuk berjihad (berperang)
mengangkat senjata dalam rangka membela dan melindungi orang-orang mu’min yang
diperangi dan dizalimi. Atas izin dan pertolongan Allah, orang-orang Muhajir
dan Anshar selalu mendapat kemenangan hingga akhirnya mampu menaklukan
kekuasaan kafir-musyrik (tahap kemenangan), hingga akhirnya Rasulullah
“Muhammad memproklamirkan kemenangan dan kemerdekaan orang-orang beriman serta
tegaknya Din al-Islam (negara-khilafah), yang dalam sunnah Rasulullah Muhammad
disebut dengan tahap Khilafah, Madinah Munawwarah.

 

Dengan demikian, Rasulullah
Muhammad dan orang-orang beriman melalui enam tahap perjuangan dalam proses penegakan
Khilafah, yakni 1) Tahap dakwah secara selektif: 2) Tahap dakwah secara
terbuka, 3) Tahap hijrah (eksodus). Ketiga tahapan ini terjadi pada kondisi
Makkiyah, tiga tahap di masa kelegapan (seperti proses penciptaan manusia di
dalam kandungan ibu): 4) Tahap Jihad (perang): 5) Tahap penaklukan
(kemenangan), dan 6) Tahap Khilafah (tegaknya Din alIslam di Yatsrib sebagai
Madinah, Tempat pusat berlakunya Din Allah). Keenam tahapan ini harus dilakukan
secara berurutan dan penuh kesabaran. Siapa pun mereka yang saat ini berjuang
menegakkan Khilafah dengan tidak mengikuti sannah Rasul-Nya, maka pasti akan
mengalami kegagalan dan kekalahan, bahkan semakin menambah penderitaan ummat
manusia dan kerusakan alam sekitar.

 

Sahabatku…

 

Kiranya renungan singkat ini
semakin menambah keyakinan akan kemenangan dan tegaknya Khilafah (Din al-Islam)
suatu saat nanti. Karena peradaban kekuasaan batil (nasionalis musyrik) dan
kekuasaan haq (khilafah) adalah sesuatu yang dipergilirkan dan terus berulang,
seperti pergiliran malam dan siang. Yang perlu diingat, bahwa orang-orang
beriman diberi kemampuan melihat tanda-tanda datangnya “fajar”. Kapan masa itu
datang? Tidak seorang pun yang tahu, namun tanda-tanda tersebut sudah semakin
terlihat. Tetaplah bersabar menanti terbitnya Sang Fajar.

Baca Juga : Apakah Anda Seorang Muslim?

 

Selain itu, kekuasaan merupakan
hak prerogatif Allah, sehingga baik kekuasaan kafir-musyrik maupun kekuasaan
mu’min-muslim adalah atas kehendak dan izin Dia. Untuk itu, jangan pernah ada
niat atau aksi dari sahabat untuk melakukan teror atau makar kepada penguasa
bangsa-bangsa, karena itu berarti Anda pun melakukan makar terhadap kehendak
dan ketetapan Allah. DIA mempersilakan kita untuk beristirahat (tidur) di malam
hari dan segera bangun beraktivitas menjelang terbitnya fajar. Semoga kita termasuk
orang-orang yang diizinkan melihat terbitnya Fajar Islam di Nusantara ini.
Amin! 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *