Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui 

[Q. S Ar. Rum (30): 30} 
Terkadang sulit untuk menjawab, “Sejak kapan anda menjadi muslim?” Meskipun kita dengan cepat dapat menjawab, “Apakah anda seorang muslim?” Ya, saya seorang muslim. Namun, “Sejak kapan anda menjadi muslim?” Atau anda hanya merasa diri sebagai seorang muslim, karena anda terlahir dalam keluarga yang mengaku muslim, namun Mereka pun tidak paham, sejak kapan mereka menjadi muslim. 
“Saya seorang muslim karena lingkungan saya adalah lingkungan yang menjalankan tradisi muslim dan identitas agama di kartu tanda penduduk saya adalah Islam.” Demikian penjelasan umum yang sering kita dengar. Jadi, muslim itu adalah siapa saja yang mengaku atau menganut agama Islam dan dibuktikan dengan identitas kependudukan yang dimilikinya. Inilah pemahaman umum yang hidup di tengah kesadaran umat manusia, khususnya di Indonesia.Agama atau sebutan muslim-non muslim adalah sebuah identitas sosial, terlebih muslim di Republik ini secara sosial merupakan kelompok mayoritas. Namun realitas sosial tersebut belum menjawab pertanyaan sederhana di atas, ” Sejak kapan anda menjadi muslim? “. 
Secara bahasa, kata ” muslim “adalah bahasa Arab yang berasal dari kata dasar aslama; yuslimu; Islaman wa muslimun, yang berarti kepatuhan, ketundukan, kepasrahan. sehingga kata “muslim” adalah bentuk isim fa’il ( keterangan pelaku), yang berarti Siapa saja yang tunduk patuh dan berserah diri. Tentu saja yang dimaksud dengan “muslim” dalam kaitannya dengan Allah sang pencipta alam semesta, adalah setiap makhluk yang tunduk patuh ( taat) pada sistem hukum yang telah ditetapkan oleh Allah pada alam semesta dan pada alam sosial manusia. sehingga predikat “muslim” berlaku kepada setiap makhluk ciptaan Allah tidak hanya kepada manusia. Sedangkan Din Al Islam ( umumnya diartikan dengan agama Islam) adalah sebuah sistem kepatuhan makhluk kepada Sang Penciptanya, baik kepatuhan kepada sistem hukum Dia yang berlaku pada alam semesta maupun sistem hukum Dia yang berlaku pada alam sosial manusia. 

Baca Juga : Apa Itu Musyrik ?
Jika sistem hukum Allah yang ada pada alam semesta sifatnya tidak tertulis dan berlaku secara alamiah pada kehidupan alam ini, maka sistem hukum Allah yang berlaku pada alam sosial sifatnya tertulis dan tersusun dalam Alkitab sebagai kumpulan wahyu Allah yang disampaikan melalui Rasul-nya seperti Kitab Taurat, Injil dan Al-Quran. 
Jika demikian, maka setiap makhluk yang tunduk patuh kepada sistem hukum Allah disebut muslim. Matahari bulan, bintang, bumi, dan semua makhluk hidup yang ada di bumi adalah seorang muslim. Artinya, bukan hanya manusia yang dapat disebut muslim. Betul. 
Sahabatku… 
Salah satu kesalahan dasar umat manusia dalam memandang Din Al Islam adalah karena mereka menyikapi Islam hanya sebatas budaya dan identitas agama, sehingga Islam dimaknai sebuah tradisi budaya dengan tata ritual tersendiri yang merujuk pada tradisi Islam Arab (muslim Arab) yang selalu menahbiskan diri sebagai generasi pelanjut dari Rasulullah Muhammad. 
Mereka tidak melihat Din Al-Islam sebagai salah satu sistem hidup dan kehidupan yang berlaku pada alam makro dan alam mikro, sehingga dalam kehidupannya, banyak dari umat Islam selalu melepaskan diri dari kehidupan alam, menjauh dari ilmu alam, merusak alam dan selalu menyalahkan alam dalam setiap bencana yang menimpa umat manusia. Mereka tidak sadar bahwa kehidupan manusia sangat tergantung pada kehidupan alam. Siapapun yang melanggar hukum yang ada pada alam, maka dia harus siap menerima akibat dari perbuatannya, dan alam tidak pernah melihat identitas sosial budaya atau kelompok seseorang. Alam dengan sistem hukum yang telah mengatur dirinya akan berproses secara alami untuk tetap berada pada titik kesetimbangannya agar alam tetap dapat mengabdi kepada Allah dengan cara melayani kehidupan umat manusia tanpa henti. Untuk itu, tidak ada satupun makhluk di alam semesta yang tidak tunduk patuh (aslama) kepada Din Allah. Jika makhluk yang ada di alam ini menjadi makhluk yang kafir (menolak perintah Allah; inkar kepada hukum Allah), maka kehidupan di alam semesta ini akan kacau bahkan binasa. 
Renungkan kembali firman Allah dalam Al-Quran surat Ali Imran (3) ayat 83-85 berikut ini:
(83)Maka mengapa mereka mencari agama yang lain selain agama Allah, padahal apa yang di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan?(84) Katakanlah (Muhammad), “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nya kami berserah diri.”(85) Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi. 
Sudah sangat jelas, bahwa pertama, makhluk di luar manusia yang ada di alam semesta adalah makhluk yang senantiasa tunduk (aslama) kepada sistem hukum (din) Allah, dan hanya manusialah yang masih mencari dan tunduk patuh kepada sistem hukum (din) yang bukan dari Allah, yakni sistem hukum buatan reka syahwat manusia yang sok pintar dan sok berkuasa. Dengan demikian, satu-satunya makhluk yang memiliki potensi menjadi makhluk yang kafir adalah manusia. Kalau begitu, cerita dalam Alquran dan Alkitab tentang iblis dan setan yang kufur kepada perintah Allah adalah cerita tentang manusia-manusia yang membangkang dan menolak perintah Allah dan Rasul-Nya, BUKAN makhluk halus di luar manusia (akan kita bicarakan hal ini dalam renungan mendatang).
Kedua, bahwa predikat “muslim” tidak hanya dialamatkan kepada mereka yang mengikuti risalah Allah yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW tetapi juga kepada para pengikut nabi dan rasul Allah sebelumnya. Kenapa demikian? karena seluruh Nabi dan Rasul Allah adalah orang-orang muslim. Mereka diajarkan dan diwahyukan Din yang sama oleh Allah yakni satu-satunya din yang fitrah bagi segenap manusia di sepanjang zaman, yakni Din Al-Islam. Sehingga peradaban umat manusia dalam sejarah perjalanannya hanya memiliki dua jenis peradaban, yakni peradaban langit (peradaban Islam) yang dibangun atas dasar isme-isme dari Allah dan peradaban bumi (peradaban kafir) yang dibangun atas dasar isme-isme buatan manusia yang umumnya bermuara pada kapitalisme dan sosialisme. 
Sekarang sahabat sudah bisa memahami makna muslim dan Din Al-Islam yang sejati, bukan dalam ruang dan makna yang sempit seperti dipahami mayoritas manusia saat ini. Namun penjelasan singkat ini belum juga menjawab pertanyaan sederhana di atas “Sejak kapan anda menjadi muslim?” 
Memang betul penjelasan singkat diatas belum dapat menjawab pertanyaan tersebut, namun penjelasan itu akan menjadi dasar untuk menjawab pertanyaan tersebut. 
“Apakah anda seorang muslim?” Pertanyaan ini bisa kita urai menjadi, “Apakah anda seorang seseorang yang tunduk patuh kepada sistem hukum Allah?” Sehingga Anda akan lebih mudah untuk menjawabnya, karena kita sudah sepakat bahwa muslim atau berislam itu bukanlah sebatas identitas sosial. 
Jika ditanyakan, “Sejak kapan anda menjadi muslim?” maka pertanyaan ini pun dapat diurai menjadi, “Sejak kapan anda menjadi seorang yang tunduk patuh kepada sistem hukum Allah?”. Sehingga Anda mungkin (sekali lagi mungkin) sudah bisa menjawabnya. Apakah sejak Anda masih kanak-kanak? tentu saja tidak karena anak-anak belum bisa diberikan beban hukum. Atau sejak Anda memasuki umur 17 tahun di mana anda sudah diakui eksistensinya di depan hukum negara ditandai dengan KTP atau SIM yang sudah dapat anda miliki? Tentu saja bukan, karena semua itu hanyalah identitas kependudukan belaka dan bukan wujud kepatuhan kepada sistem hukumnya. 
Sahabatku… 
Menjadi seorang muslim atau berislam itu bukanlah suatu pernyataan lisan, bahwa benar saya seorang muslim atau keterangan tertulis dalam kartu identitas, tetapi merupakan sikap hidup yang harus nyata dalam kehidupan keseharian kita. Seorang muslim adalah seorang yang menjalankan sistem hukum Allah dalam segenap Lini kehidupannya, harus menyeluruh (kaffah), tidak parsial dan tidak memilah-milih hukumnya.
Disinilah yang menjadi akar masalahnya, Karena untuk dapat menjalankan hukum Allah secara totalitas, maka minimal dibutuhkan 4 syarat utama, pertama; aturan hukum itu sendiri (sudah tertulis di dalam Alkitab, Alquran); Kedua, penguasa yang akan menegakkan hukum Allah secara totalitas, dan hal ini bisa terwujud jika yang berkuasa adalah kekuasaan (Khilafah) Allah bukan negara bangsa; Ketiga, warga muslim yang siap tunduk patuh kepada hukum Allah yang dikawal oleh para penegak hukum Allah; dan Keempat adalah wilayah (teritori) hukum di mana hukum Allah itu akan dilaksanakan. Inilah empat syarat dasar untuk dapat menjadikan hukum Allah sebagai hukum positif. 
Secara faktual, baik di dunia pada umumnya maupun di Indonesia pada khususnya, hukum yang berlaku adalah hukum negara-negara bangsa, bukan hukum Allah, karena hari ini belum ada khilafah Allah di muka bumi. 
Negara Republik Indonesia, misalnya meski diakui sebagai negara dengan penduduk terbesar yang beragama Islam di dunia, namun ideologi yang menjadi asas negara adalah Pancasila dan hukum positif adalah hukum warisan penjajah Belanda yang merujuk kepada hukum Romawi (musuh para Nabi dan Rasul Allah). Dengan demikian negara Indonesia tidak bisa menjadi negara agama (Islam) dan olehnya itu tidak boleh menegakkan atau mewajibkan syariat Allah secara totalitas di negara Pancasila ini. Kesimpulannya; 
“Selama negara bangsa masih eksis, maka selama itu pula sistem hukum Allah tidak dapat dijalankan secara utuh dan sempurna, dan oleh karenanya tidak akan pernah ada komunitas yang dapat disebut sebagai umat Islam (kaum muslimin) “. 
Sahabatku… 
Sekarang anda sudah dapat menjawab pertanyaan sederhana di atas, “Sejak kapan anda menjadi seorang muslim?” Ya, sampai saat ini anda belum dapat disebut sebagai seorang muslim yang sejati. Syarat-syarat yang dibutuhkan untuk menjadikan diri anda sebagai seorang muslim sejati belumlah sempurna. Islam yang terlihat adalah Islam budaya yang sudah menyimpang dari keasliannya. Namun demikian, minimal kita sudah memiliki niat dan tekad kuat untuk menjadi seorang muslim sejati dengan terus mempelajari dan memahami firman Allah serta keimanan dan moralitas kita dari isme-isme atau ideologi bangsa bangsa yang dapat menajiskan kesadaran qalbu kita. 
Kondisi hari ini belum memungkinkan kita untuk menjalankan hukum Allah, karena dia sendiri yang belum mengizinkan dan meridhoi hukumnya tegak di negeri ini, di hari ini. Kita berharap, di hari esok, Allah memberi izin dan ridha-Nya kepada negeri ini menjadi “negeri di mana hukum Allah dapat ditegakkan secara sempurna, sehingga kitapun dapat menjadi muslim yang sejati”, tanpa perlu melakukan teror ataupun makar. Apakah kita tidak berdosa jika tidak menjalankan syariat Allah secara totalitas dalam kondisi dunia seperti ini? Tentu saja tidak berdosa, karena Allah tidak akan pernah memaksakan hukumnya ditegakkan di bangsa yang bukan wilayah Khilafah Allah. Allah tidak akan pernah memaksa kita untuk dapat melihat matahari dalam kondisi malam. Dalam kondisi malam atau zaman jahiliyah seperti saat ini, ada dua hal yang dapat sahabatku lakukan. 
Pertama, terus melakukan pembinaan dan penguatan aqidah khususnya keimanan kepada Allah dan rasulnya dengan cara menjauhkan diri Anda dari segala bentuk ilah (Tuan) yang dapat memperbudak keinginan dan pikiran Anda dalam kehidupan ini. La ilaha illa Allah; jangan ada kepatuhan, ketaatan, pengabdian dan kecintaan selain kepada Allah, Sang Penguasa semesta alam. 
Kedua, sembari terus melakukan pembinaan aqidah, Anda harus tetap bersabar dan bertawakal kepada Allah dalam menanti saat terbitnya Fajar. Harus diyakini bahwa kondisi malam tidak akan selamanya malam, dia akan berganti menjadi kondisi siang yang diawali dengan datangnya Sang Fajar. Kondisi peradaban dunia yang sedang dikuasai oleh penguasa bangsa-bangsa (kuasa kegelapan) saat ini akan berganti dengan kondisi peradaban dunia yang akan dikuasai oleh kekuasaan Allah (Kerajaan Allah/ Khilafah Islam). Hal ini adalah sesuatu yang niscaya dan pasti akan terjadi, seperti kepastian silih bergantinya malam dan siang dalam kehidupan alam semesta. Hanya saja, kapan waktu terbitnya Sang Fajar atau tegaknya Khilafah Allah tidak seorangpun yang diberitahu oleh-Nya. Kita hanya bisa mengimaninya dan melihat tanda-tandanya saja. Bersabarlah!

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *