Perintah Iqra’ (bacalah) kepada Nabi Muhammad bukan berarti perintah itu hanya untuk beliau sendiri. Kedudukan Rasulullah Muhammad adalah ‘manusia contoh’ atau ‘Uswah’ bagi seluruh manusia yang mengimaninya dalam mengaktualisasikan firman Allah, termasuk mereka yang hidup setelahnya. 


Membaca Ayat-Ayat Makkiyah dan Madaniyah

Tugasnya adalah meneruskan misi risalah-Nya dan mengikuti sunnah Rasulullah Muhammad dalam menjalankan tugasnya untuk menegakkan Din Al-Islam sebagai fitrahnya manusia. Mencontoh sunnah Rasul berarti mencontoh segala aplikasi hidup beliau mulai dari ‘Iqro’ pada kondisi Makkiyah hingga fase ‘al-yauma’ pada kondisi Madaniyah. Jika kemudian ada kumpulan manusia yang ingin mencontoh Sunnah Muhammad Rasulullah, mereka harus mendapat dukungan selama tidak melanggar hukum positif. 


Baca Juga : Membaca Ayat-Ayat Makkiyah dan Madaniyah (Bagian 1)


Oleh sebab itu, marilah kita semua ‘membaca‘ realitas hidup dan kehidupan di masyarakat Indonesia dan dunia ini dengan mata yang jernih berdasarkan ajaran atau isme Allah. Lihatlah krisis multidimensi lintas bangsa dan Benua yang tidak lama lagi akan mencapai suatu titik nadir kezalimannya. Kehidupan dunia hari ini telah kembali kepada kondisi jahiliyah sehingga telah nampak kerusakan di darat dan di laut di belahan bumi ini. 

Sudah saatnya kita harus mengembalikan sistem hidup dan kehidupan ini kepada sistem yang fitrah, Jalan Kebenaran sejati yang pernah diperjuangkan oleh para rasul, walaupun konsekuensinya akan sama dengan tradisi para Rasul Allah dahulu yaitu dihina, difitnah, diboikot, dimusuhi, diperangi bahkan diusir oleh bangsanya sendiri. 

Hal ini adalah Tradisi Allah (Sunnatullah) yang tidak pernah berubah dalam setiap gerakan penegakan din, sebagaimana pernyataan Allah dalam Al-Quran surat Ibrahim (14) ayat 13 berikut ini:

Orang-orang kafir berkata kepada Rasul-rasul mereka; Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami. Maka Rabb mewahyukan kepada mereka: Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang zalim itu. 

Jika hal ini terjadi, adalah suatu tanda bahwa Negeri dari bangsa yang mengusir itu akan diberikan kepada para Muhajir yang diusir itu, sebagaimana dinyatakan selanjutnya dalam Surah Ibrahim (14) ayat 14 berikut ini:

Dan kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadiran-Ku dan takut kepada ancaman-Ku.

Selanjutnya, ada satu hal mendasar yang harus dipahami terkait kondisi dunia hari ini, yaitu pemaknaan apakah hari ini termasuk kondisi Makkiyah (malam) atau kondisi Madaniyah (siang). Pemahaman ini sangat penting, karena jika kita salah dalam menilai zaman akan berakibat salah pula dalam melaksanakan aktivitas pengabdian. 

Baca Juga : Apa itu Musyrik ?

Jika kondisi hari ini sudah kembali kepada kondisi Makkiyah, maka aktivitas pengertian harus menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut. Jika hari ini masih dalam kondisi Madaniyah berarti aktivitas pengabdian harus sesuai dengan kondisi Madaniyah dimana ummat Islam wajib memberlakukan semua aturan hukum Allah yang ada dalam Al-Quran tanpa terkecuali (secara Kaffah) di dalam satu wilayah kekuasaan Islam (Khilafah Islam).

Mainstream umat Islam dan ulama Menilai bahwa kondisi saat ini adalah kondisi madaniyah yang akan tetap Madaniyah selamanya, karena Islam yang diperjuangkan oleh Muhammad Rasulullah telah sempurna sejak 14 abad yang lalu dan akan selamanya sempurna hingga akhir kehidupan. Mereka memaknai hal ini berdasarkan surat Al-Maidah (5) ayat 3; “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu dinmu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhoi Islam itu jadi Din bagimu”. Para ulama beranggapan bahwa Din Al-Islam telah sempurna dan tegak hukumnya untuk selama-lamanya. 

Padahal pandangan ini sangat bertolak belakang dengan fakta umat Islam saat ini dan sunnatullah (tradisi Allah) yang selalu mempergilirkan antara kekuasaan hak dan kekuasaan batil dan telah menetapkan hukum aja kekuasaan-kekuasaan setiap bangsa. 

Oleh sebab itu, tesis Bahwa saat ini Din Al-Islam sudah tegak dan tetap tegak di muka bumi harus diuji kembali dengan kebenaran mutlak yaitu wahyu Allah sehingga akan diketahui benar dan salahnya tesis tersebut. Apa buktinya bahwa Din Al-Islam masih sempurna sehingga saat ini? Di mana pusat eksistensi Khilafah Islam sebagai pelaksana hukum-Nya di muka bumi ini? Jawabannya tidak ada. 

Baca Juga : Sejak Kapan Anda beriman ?

Sejarah mencatat bahwa Khilafah Islam dibangun oleh Muhammad Rasulullah dan para sahabat sudah runtuh sejak kemenangan Hulagu atas Khilafah Abbasiyah di tahun 1258 M. Meskipun setelahnya muncul Dinasti Fatimiyah di Mesir dan Dinasti Utsmaniyah di Turki hingga tahun 1924 Masehi, tetapi mereka bukanlah estapeta bangunan Khilafah yang dibangun oleh Muhammad Rasulullah tetapi, hanyalah kerajaan-kerajaan kecil yang bersifat lokal kebangsaan bukan Khilafah fil ardh yang bersifat universal. 

Bahkan fakta sejarah mengungkapkan bahwa Kesultanan Turki Usmani adalah hasil persengkokolan antara Jengis Khan (Mongol) dengan Turkey yang menyelusup ke lingkaran kekuasaan Khilafah Al-Musta’zim Billah.


Sahabatku

Disebabkan umat Islam telah membaca kondisi saat ini sebagai kondisi madaniyah (Islam tetap sempurna), maka semua ayat hukum di dalam Al-Quran dinyatakan tetap berlaku, sehingga manakala ada yang menyatakan bahwa ayat madaniyah belum berlaku akan dikatakan sebagai aliran sesat. Ironisnya, Ketika ada sekelompok muslim lain di luar mereka yang melakukan tindakan kekerasan atas nama agama Islam seperti terorisme atau perang melawan orang kafir (seperti Islamic State of iraq and Syiriah; ISIS), karena mereka juga berpola pikir bahwa Islam sudah sempurna sehingga semua ayat Madaniyah termasuk aayat perang tetap berlaku, mereka dikatakan sebagai Islam ekstrim, Islam fundamentalis, dan lainnya. 

Bukankah para teroris dan kelompok ISIS juga merujuk kepada perintah Al-Quran tentang kewajiban memerangi orang-orang kafir ?Begitu pula dengan perintah Allah tentang kewajiban hukum qishash, hukum rajam, hukum potong tangan, dan hukum hukum lainnya.

Baca Juga : Islam Bukan Agama

Jika dalam Al-Quran surat Al-Baqarah (2) ayat 216 memerintahkan orang beriman untuk berperang kenapa para ulama hari ini tidak mewajibkannya? Kenapa orang-orang yang memerangi kekuasaan negara kafir dikatakan teroris padahal mereka berpijak pada ayat Allah? Bukankah pola pikir teroris tersebut sama dengan pola pikir ulama di atas, yaitu sama-sama berkeyakinan ayat-ayat Madaniyah masih berlaku dan wajib hukumnya. 

Dengan kata lain, justru penyebab suburnya gerakan terorisme dan radikalisme di dunia ini adalah kesalahan dalam membaca kondisi zaman. Oleh sebab itu, untuk menghilangkan gerakan terorisme dan radikalisme di muka bumi ini harus dilakukan dengan meninggalkan jauh-jauh pola pikir mainstream dan para teroris tersebut yang menyatakan bahwa ayat-ayat madaniyah (termasuk ayat perang) ini masih berlaku dan wajib dilaksanakan. 

Untuk itu kembalilah kepada pola pikir Wahyu, yaitu pembinaan umat harus dimulai kembali dari awal Makkiyah atau fase penanaman Iman (aqidah), yang akan menjadi pondasi bagi pembangunan karakter (akhlak) yang terpuji bagi orang-orang beriman, bukan dimulai dari pelaksanaan hukum (syariat). 

Baca Juga : Apakah Anda Seorang Muslim?

Keterpurukan dunia Islam hari ini disebabkan oleh persoalan aqidah, bukan persoalan syariat. Ibarat sebuah pohon, penyebab ketidaksuburan dan sakitnya suatu tanaman sehinggga tidak menghasilkan buah yang baik bukan karena batangnya tetapi karena akarnya yang rusak. Iman adalah akar (pondasi) bagi kehidupan setiap manusia beriman. Perhatikan perumahan (mitsal) dari firman Allah dalam Surah Ibrahim (14) ayat 24 26 berikut ini:

Tidakkah kamu perhatikan Bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabb nya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu kepada manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.

Akar (asrul) kelas perumpamaan (mitsal) dari aqidah atau Iman, sedang batang (far’un) adalah perumpamaan dari syariah atau hukum, dan buah (ukul) adalah amaliyah atau mu’amalah umat. Pohon yang baik ditandai oleh “akar” yang baik, bukan oleh batang (Syariah). Jadi, perjuangan untuk menegakkan sistem pengabdian kepada Allah harus dimulai dengan dakwah dan pembinaan (aqidah), bukan dengan syariat.

Jika para ulama dan umat Islam memandang kondisi hari ini adalah kondisi madaniyah sehingga hukum-Nya wajib dilaksanakan, pertanyaannya, Kenapa di dalam ayat Al-Quran terdapat perintah qital, qisash, rajam bagi pezina, potong tangan bagi koruptor, keharaman riba, dan lainnya tetapi tidak dilaksanakan oleh umat Islam? Kenapa ulama Islam membiarkan ayat-ayat hukum Allah tidak diberlakukan dan tidak ditegakkan di kehidupan ini? Alasannya dan jawaban mereka pasti klasik, karena negara ini bukan negara Islam, dan yang berlaku adalah hukum bangsa (konsensus manusia) bukan hukum Allah, Rabb Semesta Alam. Pertanyaannya, Kapan para ulama dan umat Islam Indonesia akan memberlakukan hukum Allah secara holistik (kaffah)?


BERSAMBUNG…..

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *