Tahukah Anda bahwa Sunnatullah itu tidak hanya terjadi pada kehidupan alam semesta, TETAPI,” Sunnatullah juga terjadi pada kehidupan sasial ummat manusia tanpa melihat zaman dan tempat
SETIAP UMMAT MEMILIKI AJAL
Sahahatku…
Pada renungan sebelumnya, kita sudah mendapat satu
pencerahan spiritual dimana proses penciptaan manusia yang melalui beberapa tahap dalam kandungan ibunya (tiga masa kegelapan) sebelum ia dilahirkan secara biologis ke dunia ini dan berlanjut pada tiga tahapan berikut menuju kelahiran manusia secara ruhani (batiniyah), menjadi “manusia baru”, memiliki kesamaan dengan kelahiran dan kebangkatan sebuah “peradaban baru”, yaknu kekuasaan baru yang akan menata dan mengatur dunia dengan sistem hukum (Din) Allah demi terciptanya kebudupan dunia yang harmonis, adil, damai, dan sejahtera Darussalam).
Renungan kali ini akan melanjutkan renungan di atas, Yakni kelanjutan dari proses penciptaan kelahiran) dan kebangkitan suatu “peradaban baru” Khilafah dari suatu bangsa (ummat). Kelanjutan tahapan yang dimaksud adalah tahapan kematian (kehancuran) suatu peradaban (kekuasaan: Khilafah). Parut dicatat, bahwa eksistensi ummat tidak boleh dipisahkan dari kekuasaan. Suatu ummat dikatakan eksis manakala memiliki kekuasaan. Ketika kekuasaan dari suatu ummat sudah hancur, maka ummat pun akan ikut binasa atau kembali terjajah oleh penguasa yang baru.
Kenapa renungan ini menjadi penting? Meskipun Allah telah menyatakan dengan tegas bahwa proses kehidupan suatu peradaban atau kekuasaan ummat (bangsa) sama dengan proses kehidupan seorang manusia, namun hal ini belum dipahami dan disadari oleh mayoritas ummat beragama, termasuk yang menyebut dirinya ummat Islam generasi Rasulullah Muhammad saw. Kaum mainstream masih berkeyakinan bahwa Khilafah (kekuasaan) dan ummat yang dibangun oleh Rasulullah Muhammad empat belas abad yang lalu masih eksis (hidup) dan tegak hingga saat ini, bahkan hingga zaman dunia berakhir.
Meskipun ada di antara mereka yang mengakui bahwa Khilafah Islamiyah sudah tiada, namun bagi mereka ummat Islam masih eksis. Mereka lupa, bahwa eksistensi dari ummat Islam terletak pada kekuasaan (Khilafah)-nya, bukan pada sekumpulan manusia yang masih mengaku pengikut Rasulullah Muhammad. Dengan kata lain, ciri utama dari eksistensi ummat Islam adalah manakala Khilafah Islamiyah yang bersifat global (universal) masih berkuasa, sehingga ummat Islam masih dapat menerapkan syariat Allah dalam segenap lini hidup dan kehidupan manusia. Jika Khilafah Islamiyah sudah runtuh (mati), maka hukum Allah tidak dapat lagi ditegakkan atau dijadikan hukum pQSitif. Kesadaran bahwa Din Allah masih tegak dan ummat Islam pun masih eksis inilah yang akan penulis kritisi dengan merujuk pada petunjuk Al-Quran dan Sunnatullah.
Sudah menjadi tradisi dalam penciptaan Allah, bahwa Dia mencipta segala sesuatu saling berpasangan. Dia mencipta langit dan bumi, malam dan siang, laki-laki dan perempuan, hak dan batil, hidup dan mati, dan seterusnya. Coba renungkan firman-Nya dalam surat Yasin (36) ayat 36:
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.
Prinsip kesepasangan adalah bagian dari Tradisi penciptaan Allah dalam kehidupan alam semesta dan alam sosial manusia. Dalam kaitannya dengan proses penciptaan manusia dan kebangkitan ummat beserta kekuasaannya, maka Dia pun memberlakukan prinsip atau hukum pergiliran. Dia mencipta malam berpasangan dengan siang dan mempergilirkannya. Dia mencipta laki-laki dan perempuan, serta mempergilirkan adanya kelahiran dan kematian di antara mereka. Demikian halnya dalam kelahiran dan kematian suatu ummat (mu’min-muslim dan kafir-musyrik) beserta kekuasaannya, Allah mempergilirkan kekuasaan di antara mereka sesuai dengan ketetapan-Nya.
Ajal Manusia
Sudah dijelaskan pada renungan sebelumnya, bahwa setiap manusia akan melalui tahapan kelahiran dan tumbuh berkembang hingga dewasa. Demikian halnya dengan suatu peradaban kekuasaan (Khilafah) yang juga diawali dengan tahapan kelahiran suatu ummat dan bangkit menjadi penguasa dunia. Namun demikian, perjalanan kehidupan manusia akan terus berlanjut hingga suatu masa ia akan sampai pada ajal kematiannya. Tidak ada satu pun manusia yang hidup abadi, karena sudah menjadi ketetapan Dia bahwa setiap nasfs (jiwa) pasti akan mati. Hidup dan mati adalah kesepasangan, begitu halnya dengan kelahiran dan kematian. Setiap kelahiran manusia pasti akan berproses menuju kematiannya. Ini adalah keniscayaan dari-Nya. Hanya saja Dia merahasiakan kapan tibanya ajal seorang manusia.
Mungkin Anda bertanya, bukankah sunnatullah tersebut berlaku bagi setiap manusia. Lalu bagaimana dengan doktrin agamis yang mengatakan Nabi Isa (Yesus) tidak meninggal dan sekarang sedang berada di atas langit duduk di samping Allah? Betul, sunnatullah (Tradisi Allah) tentang kelahiran dan kematian berlaku bagi setiap manusia di mana pun dan kapan pun, tidak terkecuali dengan Nabi Isa. Silakan cerdasi firman Allah dalam surat Al-Anbiya (21) ayat 34-35 berikut ini:
“Kami tidak menjadikan “hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad): maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.
Firman di atas ingin menegaskan bahwa tidak ada satupun manusia yang abadi atau tidak menemui kematiannya. Sebagai bukti, jika Rasulullah Muhammad saja (akan) menemui ajalnya, maka tentu saja bagi Nabi Isa juga akan berlaku hal yang sama. Bahkan Dia menegaskan kembali, bahwa “Tiap-tiap yang berjiwa akan mati”. Ayat ini sekaligus ingin menyudahi sengketa teologis di tengah ummat beragama tentang kematian biologis dari Nabi Isa as, meskipun Alkitab dan Al-Quran tidak menyebut kapan kematiannya. Isyarat akan kematian Nabi Isa as. juga dapat dipahami dari firman-Nya dalam surat Al-Maidah (5) ayat 117:
Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: “Abdilah Allah, Rabbku dan Rabbmu'”, dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah En:kau wafatkan Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.
Dalam dunia agamis, hanya kematian Nabi Isa yang masih menjadi sengketa. Namun jika merujuk pada beberapa ayat di atas dan sunnatullah yang berlaku pada kehidupan setiap manusia, maka tentu saja sengketa tersebut tidak perlu diperpanjang lagi.
Beberapa ayat di bawah ini juga mempertegas berlakunya ajal bagi kehidupan setiap nafs manusia. Kenapa dikatakan “nafs”? Karena yang menggerakkan diri manusia dalam kehidupan ini adalah nafs-nya. Nafs yang menjadi sumber kekuatan yang menggerakkan organ biologis manusia sekaligus yang memerintahkan manusia untuk mencari kebutuhan fisik biologis dan ruh spiritualnya. Jadi, manusia hidup karena memiliki nafs. Beberapa ayat tersebut adalah:
Al-Quran surat Ali Imran (3) ayat 185:
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan ganjaranmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.
Al-Quran surat Al-‘Ankabut (29) ayat 57:
Tiap-tiap yang berjiwa akan eraakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.
Al-Quran surat Al-Munafigun (63) ayat 11:
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.
Dari beberapa penegasan ayat di atas, sangat jelas bahwa ajal (batas umur) manusia atau kematian adalah proses akhir dari perjalanan kehidupan biologis setiap smanusia di muka bumi, tanpa terkecuali. Baik manusiamanusia yang mu’min-muslim maupun mereka yang kafirmusyrik seluruhnya akan mengalami kematian biologis. Sedangkan kelahiran ruhani (spiritual) atau kelahiran kedua hanya dialami oleh mereka yang telah mengikat perjanjian setia menjadi manusia beriman (mu’min) kepada Allah, Sang Tuan Sejati ummat manusia. Idealnya, kematian biologis manusia mu’min sekaligus menjadi kematian ruhaninya dan selanjutnya ruh gudus yang berdiam dalam kesadaran scorang mu’min sclama hidupnya akan kembali kepada Sang Pemilik Ruh Qudus.
Tegasnya, proses tahapan kelahiran bioloyas manusia, sejatinya diikuti dengan tahapan kelahiran ruhani dan akan terus berproses menuju ajal kematiannya, Dalam keseharian manusia, ada manusia yang wafat scbclum mencapai umur dewasa, ada yang telah mencapai umur dewasa, ada yang sampai pada umur tua, dan ada juga yang wafat pada usia senja (pikun). Demikianlah tradisi Allah (sunnatullah) pada ajal manusia.
Ajal Ummat
Sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa proses penciptaan dan kebangkitan sebuah ummat atau peradaban baru dalam satu kekuasaan (Khilafah) Allah adalah sebangun dengan proses penciptaan dan perkembangan seorang manusia. Hal ini dapat dipahami dari penegasan Allah dalam surat Lugman (31) ayat 28 berikut ini:
Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kalian itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Sekali lagi, kebangkitan “kalian” atau ummat yang dimaksud pada ayat di atas bukanlah kebangkitan ummat Islam dari kuburan, tetapi kebangkitan kembali peradaban ummat Islam dari dunia kegelapam (ghulumat) yang penuh dengan kezaliman dan kemaksiatan, keluar menuju dunia yang penuh dengan terang (nur, ilmu) Allah. Dengan kata lain, bangkitnya ummat Islam dari penindasan dan penjajahan kekuasaan bangsa-bangsa kafir-musyrik. Ummat Islam menjadi ummat yang merdeka dari perbudakan tirani negara bangsa dan menjadi penguasa dunia (Khalifah fl Ardh).
Jika seseorang manusia mengalami masa kelahiran, maka ummat (bangsa) dan kekuasaannya pun mengalami masa kelahiran. Setiap ummat (bangsa) yang ada atau pernah ada di dunia memiliki hari kelahiran. Mereka juga memiliki masa-masa perkembangan dan kejayaan seperti halnya seorang manusia pun memiliki masa perkembangan hingga masa dewasa. Jika seorang manusia tidak ada yang abadi, karena dia memiliki ajal (batas umur), maka demikian halnya dengan ummat (bangsa) dan kekuasaannya juga memiliki ajal (batas umur). Dengan demikian, tidak ada ummat (bangsa) yang abadi, baik kekuasaan negara-negara bangsa kafir-musyrik maupun kekuasaan (Khilafah) Kerajaan Allah.
Sahabatku..
Sebelum lebih jauh merenungi dan mengniusi sunnaftullah tentang ajal ummat, maka hal yang harus digarisbawahi adalah, pertama: bahwa masalah kebangkitan ummat adalah persoalan kekuasaan (politik), sedangkan masalah kekuasaan adalah menjadi hak prerogatif Allah Yang Maha Kuasa, Hal ini logis karena Dia adalah Sang Pencipta dan Raja alam semesta yang setiap saat bertanggung jawab atas segala hidup dan kehidupan makhluk-Nya, termasuk keber-langsungan hidup ummat manusia. Dia tidak membutuhkan sekutu atau asisten dalam mengatur dan memelihara seluruh ciptaan-Nya. Dialah Pemilik segala kekuasaan yang ada dalam kehidupan sosial politik ummat manusia.
Allah Maha Kuasa untuk memberikan kekuasaan atau menjadikan penguasa kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya, begitu pula Dia berkuasa untuk mencabut atau menghancurkan kekuasaan dari siapa pun yang dikehendaki-Nya. Demikianlah Tradisi Allah yang berlaku dalam kehidupan kekuasaan negara-negara bangsa dan kekuasaan Kerajaan Allah (Khilafah). Tradisi ini Dia tegaskan dalam surat Ali Imran (3) ayat 26:
Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dengan demikian, tidak satu pun kekuasaan yang ada di dunia ini, baik kekuasaan Kerajaan Allah maupun kekuasaan Negara bangsa (kafir-musyrik), yang tidak atas izin dan kehendak Allah. Semuanya adalah bagian dari tradisi Allah (sunnatullah) yang bersifat pasti.
Kedua, dalam mengendalikan kekuasaan pada kehidupan ummat manusia, Dia memberlakukan hukum pergantian dan pergiliran. Artinya, kekuasaan yang Dia berikan atau anugerahkan kepada para penguasa kafirmusyrik maupun kepada para Rasul-Nya dan orang-orang beriman tidak bersifat abadi. Ada masa dimana yang menguasai dunia ini adalaah penguasa kafir-musytik (kerajaan bangsa-bangsa) dan ada masa dimana yang menguasai dunia ini adalah giliran para Rasul-Nya dan orang-orang beriman (Kerajaan Allah, Khilafah). Perubahan peradaban kekuasaan di dunia hanyalah sesuatu yang silih berganti dan dipergilirkan oleh Allah, seperti halnya pergiliran antara malam dan siang. Tradisi pergantian dan pergiliran peradaban kekuasaan adalah sesuatu yang tidak pernah berubah sepanjang zaman kehidupan ummat manusia.
Dalam tradisi peradaban kekuasaan bangsa-bangsa kafir-musyrik, umumnya dikuasai oleh kekuatan Blok Barat yang berbasis pada ideologi liberal-kapitalis dan kekuatan Blok Timur yang berbasis pada ideologi komunis-sosialis. Dua kutub kekuasaan politik dan ideologi tersebut yang selalu menjadi pemimpin dari kekuasaan peradaban kafirmusyrik yang menjadi musuh dari kekuasaan peradaban mu’min-muslim (Kerajaan, Khilafah Allah) yang berideologi tauhid, sehingga dapat digambarkan bahwa kekuasaan peradaban dunia hanyalah pergantian dan pergiliran antara kekuasaan (kerajaan) bangsa-bangsa kafir-musyrik, baik dari Blok Barat maupun Blok Timur, dengan kekuasaan (Kerajaan, Khilafah) Allah yang dipimpin oleh Rasul-Nya dan orang-orang mu’min. Tinggal bagaimana seharusnya kita menyikapi sunnatullah tersebut.
Secara ideologis, Allah sudah mengingatkannya dalam surat Al-Bagarah (2) ayat 177 sebagai berikut:
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Ayat ini menegaskan bahwa sistem Barat dan sistem Timur dengan ideologinya masing-masing bukanlah suatu yang akan mendatangkan kebaikan dan kedamaian sejati dalam kehidupan manusia. Sistem dan ideologi yang dapat membawa manusia dalam kehidupan yang penuh kebaikan dan kedamaian adalah sistem tauhid, yakni sistem keimanan (ketaatan) kepada Allah dengan menjalankan segala kehendak dan perintah-Nya dalam kehidupan ini.
Namun demikian, sudah menjadi tradisi Allah bahwa semua sistem kekuasaan itu diberi waktu oleh-Nya untuk berkuasa dan pada saatnya tiba, sistem kekuasaan yang tadinya berkuasa akan diruntuhkan dan digantikan oleh kekuasaan lainnya. Tentu saja, pergiliran antara kekuasaan bangsa-bangsa kafir-musyrik dengan ideologinya masingmasing dan kekuasaan Kerajaan (Khilafah) Allah dengan ideologi tauhid (din ahhagg) memiliki waktu malam dan sang. Keduanya hanya dapat dipergilirkan sesuai waktu yang telah ditetapkan-Nya. Waktu tersebut adalah waktu kematian dari setiap kekuasaan bangsa (ummat). Tentu saja tidak ada kematian ummat (bangsa) penguasa tanpa diawali oleh kelahiran suatu ummat (bangsa). Jika kelahiran negara bangsa diawali dengan hari proklamasi kemerdekaannya, maka kelahiran dari ummat Islam adalah pada saat mereka hijrah (eksodus) yang ditandai dengan “perjanjian” mereka kepada Sang Maha Kuasa.
Sunnatullah pergantian dan pergiliran kekuasaan selalu berbarengan dengan kematian penguasa yang lama dan kelahiran dari penguasa yang baru. Untuk itu, ajal ummat dan ajal kekuasaan tidak dapat dilepaskan dari kekuasaan peradaban Islam. Jatuhnya suatu kekuasaan (Khilafah) Allah berarti matinya kehidupan ummat Islam. Ketika ummat Islam (mu’min dan muslim) tidak lagi memiliki kekuasaan (Khilafah), maka mereka kembali terjajah oleh penguasa kafir-musyrik. Kalaupun pengikut atau rakyat dari Khilafah Allah itu masih ada, mereka tidak lagi memiliki pemimpin dan pelindung ummat. Mereka bagaikan domba-domba yang kehilangan gembala, sehingga hanya menunggu waktu para serigala datang menerkam dan menghabisi mereka. Pada akhirnya, mereka akan kembali beribadah sesuai tradisi dan ideologi bangsa-bangsa kafirmusyrik atau beribadah dengan cara mereka masing-masing. Mereka akan hidup terjajah dan menjadi budak penguasa kafir-musyrik yang zalim. Bagi mereka yang tetap konsis menjaga keimanannya, mereka akan menjadi pengikut “ashabul kahfi”,
Satu hal yang terkait dengan ajal ummat adalah waktunya yang dirahasiakan oleh-Nya. Ketika tiba waktu ajal tersebut, maka ia tidak dapat diundur atau dimajukan. Karena waktunya yang dirahasiakan, maka Dia meminta manusia dan ummat (bangsa) untuk selalu koreksi diri, tetap bersungguh-sungguh, dan bersiap diri untuk menyambut kedatangannya yang selalu tiba-tiba. Beberapa firman Allah yang menegaskan masalah ajal ummat tersebut adalah:
Al-Quran surat Al-A’raf (7) ayat 34:
Tiap-tiap ummat mempunyai ajal (batas waktu), maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.
Al-Quran surat Yunus (10) ayat 49:
Katakanlah: “Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah”. Tiap-tiap ummat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan (nya).
Al-Quran surat Al-Hijr (15) ayat 4-5:
Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada baginya ketentuan masa yang telah ditetapkan. “Tidak ada suatu ummat pun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengundurkan(nya).
Al-Quran surat An-Nahl (16) ayat 61:
Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba ajalnya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya.
Al-Quran surat Mu minun (23) ayat 43-44:
Tidak (dapat) sesuatu ummat pun mendahului ajalnya, dan tidak (dapat pula) mereka terlambat (dari ajalnya itu). “Kemudian Kami utus (kepada ummat-ummat itu) rasulrasul Kami berturut-turut. Tiap-tiap seorang rasul datang kepada ummatnya, ummat itu mendustakannya, maka Kami perikutkan sebagian mereka dengan sebagian yang lain. Dan Kami jadikan mereka buah tutur (manusia), maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang tidak beriman.
Al-Quran surat Fathir 2 ayat 43-45:
“Karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nantinantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu. “Dan apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka? Dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. “Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu, maka ‘ apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.
Sahabatku…
Fakta sejarah yang dapat diambil contoh dari : berlakunya tradisi Allah tentang pergiliran dan ajal ummat dapat dilihat dari perjalanan peradaban ummat Islam Bani Israel seperti yang tergambar secara singkat dan indah dalam Al-Quran surat Bani Israel atau surat Al-Isra (17) ayat 4-7 berikut ini:
“Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israel dalam Kitab itu: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar”.
Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampungkampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana. ‘Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar. ‘Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana — musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.
Perjalanan sejarah Bani Israel dimulai dari perjalanan misi risalah Allah yang diemban oleh Nabi Abraham (Ibrahim) yang selanjutnya diteruskan oleh generasinya dari keturunan Ishag, yakni keturunan Yagub (yang diberi nama Israel), yang kemudian berkembang menjadi dua belas suku Bani Israel hingga sampai pada zaman Rasulullah Musa as. Allah memilih Musa sebagai Rasul-Nya dan bertugas untuk memerdekakan Bani Israel dari penjajahan rezim Firaun serta memimpin Bani Israel untuk menjadi bangsa kesayangan Allah, bangsa di atas segala bangsa, untuk itu beliau kemudian berdakwah kepada Bangsa Mesir dan penduduk Bani Israel yang saat itu berada di bawah kekuasaan Raja Fir’aun, hingga akhirnya mereka diusir dan eksodus (hijrah) menuju “Tanah Perjanjian”.
Di tengah perjalanan eksodus tersebut, Rasulullah Musa kemudian menerima perintah dari Allah dan selanjutnya mengajak ummat Bani Israel untuk melakukan perjanjian kepada-Nya. Inilah yang menjadi awal kelahiran Bani Israel di Bukit Sinai dan sekaligus menjadi syarat bagi mereka untuk dapat menjadi ummat kesayangan Allah, yakni menjadi bangsa di atas segala bangsa. Setelah melalui beberapa ujian dan peperangan, maka Allah menganugerahkan “Kerajaan Allah” (Yerusalem) kepada Bani Israel. Mereka diberi giliran menjadi penguasa dunia pada zamannya.
Ketika Kerajaan Allah (Khilafah Allah) yang dianugerahkan kepada ummat Nabi Musa telah sampai pada masa akhir kekuasaannya, maka ummat Nabi Musa berubah menjadi ummat yang terkutuk dan terjajah. Hal ini juga disebabkan karena Bani Israel sudah melakukan perzinahan ideologi dengan ideologi bangsa-bangsa, maka Allah mengutus hamba-hamba-Nya (Raja Nebukadnezar dari Babel) untuk membumihanguskan kekuasaan Bani Israel. Sejak saat itu, Bani Israel dan dunia kembali dikuasai oleh Kuasa Kegelapan, yakni kerajaan bangsa-bangsa yang zalim. Bani Israel kembali menjadi ummat yang berdQSa, menjadi ummat yang terjajah. Setidaknya ada empat kerajaan besar yang silih berganti menguasai dunia dan Bani Israel, yakni Kerajaan Babel, Kerajaan Medio-Persia, Kerajaan Greek (Yunani), dan Kerajaan Romawi.
Kemudian ketika tiba saatnya, Dia kembali memberi giliran kedua kepada Bani Israel untuk bangkit mengalahkan penguasa bangsa-bangsa kafir-musyrik (Romawi), dengan cara Dia mengutus Isa putera Maryam sebagai Rasul-Nya. Nabi Isa kemudian mengajak Bani Israel untuk kembali berjuang menegakkan din atau sistem kehidupan yang hag, sehingga ummat Bani Israel yang tadinya terkutuk dan terjajah (berdQSa) kembali menjadi ummat yang diberkati oleh Allah, menjadi ummat yang berkuasa di muka bumi (khilafah fil ardh). Dalam perjalanannya, ummat Nabi Isa (Bani Israel) kembali melakukan kerusakan di muka bumi untuk kali yang kedua. Sebagai azab atau hukumannya, maka kekuasaan atau khilafah yang dipegang oleh Bani Israel kembali diruntuhkan oleh Allah melalu tangan hamba-hamba-Nya yang lain. Selanjutnya, Kerajaan Allah tidak lagi dianugerahkan kepada Bani Israel karena mereka sudah melakukan kerusakan dua kali.
Dua kali Bani Israel mengkhianati kesetiaannya kepada Allah, yakni dua kali Bani Israel mengkhianati perjanjiannya, perjanjian mereka pada zaman Rasulullah Musa as. (perjanjian lama) dan perjanjian mereka pada zaman Rasulullah Isa as. (perjanjian baru). Inilah ketetapan dan tradisi Allah yang terjadi pada generasi Bani Israel. Ummat Islam Bani Israel sudah tiba pada ajalnya dan mereka tidak lagi diberi giliran untuk berkuasa mewakili kekuasaan Kerajaan Allah di muka bumi.
Setelah beberapa lama dunia dikuasai oleh kuasa kegelapan, yakni penguasa bangsa-bangsa kafir-musyrik (Romawi dan Persia), maka giliran kekuasaan dunia diberikan kepada generasi Ibrahim dari garis Bani Ismail atau Bani Kedar, yakni Bangsa Arab, dengan memilih Muhaammad bin Abdullah sebagai Rasul-Nya. Setelah mengawali perjalanan misi risalah-Nya dengan berdakwah kepada masyarakat bangsanya, Rasulullah Muhammad beserta para pengikut setianya diusir dari Mekah dan mereka akhirnya hijrah (eksodus) ke kota Yatsrib. Seperti halnya ummat Islam sebelumnya, kelahiran ummat Islam di zaman Rasulullah Muhammad diawali pada saat hijrah dan ditandai pula dengan perjanjian setia mereka kepada Yang Maha Kuasa. Awal kelahiran ini pula menjadi tahun pertama dari kalender ummat Islam (kalendar hijriyah) yang bertepatan dengan tahun 624 Masehi.
Atas bimbingan dan kepemimpinan Rasulullah Muhammad, Allah Yang Maha Kuasa kembali menganugerahkan kemenangan dan memenangkan DinNya. Dia kembali memberi giliran kerajaan-Nya tegak di muka bumi dengan Yatsrib sebagai pusatnya, tepatnya pada tahun kesepuluh hijriyah atau tahun 634 M. Sejak saat itu tegaklah kembali Khilafah Allah di bumi dan kehidupan ummat manusia kembali kepada fitrahnya serta terwujudlah kehidupan yang penuh keadilan, damai, dan sejahtera.
Setelah Rasulullah Muhammad wafat, pucuk kepemimpinan Khilafah dilanjutkan oleh para Khulafa Rasyidin (tahun 11-40 H/632-634 M). Khilafah Ali bin Abi Thalib kemudian digantikan oleh Mw’awiyah bin Abu Sofyan dalam satu tragedi politik. Pada masa pemerintahan Mu’awiyah, ibukota Khilafah dipindah-kan ke kota Damaskus. Khilafah Allah atau Khilafah Islamiyah kemudian dipimpin oleh para Khalifah dari Bani Umayyah sejak tahun 40 H/662 M sampai kekuasaan Marwan AlHimar tahun 125 H/750 M. Selanjutnya Khilafah Islamiyah dipimpin oleh Bani Abbasiyah yang diawali oleh Khalifah Saffah bin Muhammad tahun 750 M yang berpusat di Basrah.
Sesuai dengan tradisi Allah, maka kekuasaan ummat Islam zaman Rasulullah Muhammad juga mengalami masa keruntuhan atau kematian. Kehancuran Khilafah Abbasiyah diawali pada masa Khalifah Al-Musta’shim Billah saat kedatangan pasukan Mongol beserta sekutunya yang dipimpin oleh Hulagu Khan di tahun 1258 M. Kemenangan pasukan Jengis Khan atas tentara Khalifah ini menjadi awal kehancuran Khilafah sekaligus ummat Islam yang berpusat di Bagdad. Inilah yang disebut datangnya ajal ummat Islam.
Sahabatku…
Jika merujuk pada umur ummat Islam di zaman Nabi Musa as., Alkitab Perjanjian Lama mengisahkan umur mereka sekitar 700 tahun, dimulai sejak Bani Israel keluar dari kota Mesir (eksodus, hijrah) sampai dengan kehancuran Bani Israel di zaman Zedekia, raja terakhir dari Bani Israel. Demikian halnya dengan umur ummat Islam di zaman Rasulullah Muhammad saw. yang dilahirkan sejak tahun 1 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 624 Masehi dan tibanya ajal kekuasaan ummat Islam di tahun 1324 M (ditambah 700 tahun) yang diawali oleh kehancuran Basrah oleh pasukan Jengis Khan di tahun 1258 M. Sejak saat itulah dunia kembali dikuasai oleh kekuasaan bangsa-bangsa kafirmusyrik (Blok Barat dengan ideologi liberal dan Blok Timur dengan ideologi komunis).
Sama halnya dengan kekuasaan Khilafah Allah yang berkuasa sekitar 700 tahun lamanya, maka umur kekuasaan bangsa-bangsa kafir-musyrik sesungguhnya sudah dekat dengan ajalnya, yaitu tahun 2024 M (penjumlahan tahun 1324 M ditambah 700 tahun umur ummat kafir-musyrik). Hal ini dapat dianalogikan dengan lamanya waktu malam dan siang hari untuk ukuran daerah tropis, yakni, sekitar masing-masing dua belas jam. Munculnya fajar sebagai awal datangnya siang hari memiliki tanda-tanda, demikian pula dengan kehancuran kekuasaan kafir-musyrik atau kelahiran kekuasaan (Khilafah) Allah pun memiliki tanda-tanda. Hal ini sering disebut dengan tanda-tanda akhir zaman, yakni berakhirnya zaman kuasa kegelapan dan munculnya zaman baru kuasa terang Allah.
Nabi Isa, misalnya, memberi tahu kepada ummatnya tentang tanda-tanda akhir zaman itu, seperti yang tertulis dalam Injil Matius 24, 3-14 dan Injil Lukas 21: 25-33. Diantara tanda-tanda kesudahan dunia (akhir zaman kekuasaan materialisme) yang dikabarkan oleh Nabi Isa adalah: 1). Kamu akan mendengar deru perang dan kabarkabar tentang perang atau akan terjadi perang antarbangsa, 2). Akan terjadi resesi ekonomi, khususnya krisis pangan, dan 3). Akan terjadi gempa bumi atau amuk massa yang dahsyat.
Pada masa Nabi Musa, sebelum kekuasaan Fir’aun ditenggelamkan oleh Allah, Dia mengirimkan sepuluh tulah kepada masyarakat bangsa Mesir, seperti yang tertulis dalam Kitab Keluaran 7: 14 sampai Keluaran 11: 10. Peristiwa ini juga digambarkan dalam beberapa ayat Al-Quran, misalnya dalam surat Al-A’raf (7) ayat 130 dan 133 berikut ini:
Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Firaun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran.
Maka Kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak, dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.
Tanda-tanda akhir zaman ini adalah sesuatu yang juga menjadi tradisi Allah, sehingga terus berulang pada setiap zaman, yakni pada setiap datangnya misi risalah Allah yang dibawa oleh manusia pilihan-Nya. Tradisi ini dinyatakan dalam Al-Quran surat Al-Oashash (28) ayat 58-59 berikut ini:
Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah Kami binasakan, yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya, maka itulah tempat kediaman mereka yang tiada didiami (lagi) sesudah mereka, kecuali sebahagian kecil. Dan Kami adalah Pewaris(nya). “Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka, dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota, kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.
Jika “membaca” situasi sosial politik kekuasaan bangsa-bangsa di dunia saat ini, maka penulis meyakini bahwa tanda-tanda akhir zaman yang disebut dalam Alkitab dan Al-Quran sedang terjadi dan akan terus berproses menuju puncaknya dalam beberapa tahun ke depan. Krisis sosial, krisis pangan (ekonomi), dan krisis politik akan terjadi merata di dunia ini, tidak terkecuali di bangsa yang kita cintai ini. Pertikaian politik yang didasari oleh kepentingan ekonomi bangsa-bangsa penguasa, akan menjadi pemicu terjadinya perang dunia ketiga. Perang antar Blok Barat dan Blok Timur akan terjadi kembali, sebagaimana perang antara Romawi dan Persia di zaman Nabi Muhammad. Tetapi semua itu adalah bagian dari skenario besar Allah dalam rangka menegakkan kembali kekuasaan Kerajaan Dia di muka bumi. Sesuatu yang dianugerahkan atau dikaruniakan kepada bangsa yang dipilih-Nya. Jika bangsa Nusantara ingin menjadi bangsa yang dianugerahkan kekuasaan dari Allah, maka syarat utamanya adalah bangsa ini harus menjadi bangsa yang betul-betul beriman hanya kepada-Nya dan sanggup untuk beramal saleh.
Iman dan amal saleh adalah syarat utama untuk mendapatkan anugerah kekuasaan dari Dia Yang Maha Kuasa, sebagaimana yang dijanjikan-Nya dalam surat AnNur (24) ayat 55 berikut ini:
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka din yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap mengabdi kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.
Apakah Anda masih ragu dengan kebangkitan kembali Khilafah Allah di zaman ini? Jika Anda masih ragu, silakan cerdasi dan renungi kembali firman Allah dalam
surat Al-Hajj (22) ayat 5:
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan, maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.
Dengan firman ini, Dia ingin meyakinkan kepada mereka yang ragu dengan sunnah (tradisi)-Nya bahwa Dia mampu membangkitkan sebuah ummat penguasa dari seorang manusia pilihan-Nya seperti Dia mencipta seorang manusia dimulai dari setetes sperma. Kemudian berproses sesuai sunnah penciptaan manusia hingga ia lahir, tumbuh berkembang, menjadi manusia dewasa hingga akhirnya sampai pada batas umurnya (ajal). Ada yang diwafatkan pada umur kanak-kanak, dewasa, dan ada pula hingga umur pikun.
Demikian halnya dengan kebangkitan peradaban ummat Islam yang diawali oleh kebangkitan seorang Rasul Allah dan kemudian berproses sesuai sunmah-Nya hingga lahirlah scbuah ummat baru yang akan menerima anugerah kekuasaan dari Allah Yang Maha Kuasa. Kemudian kekuasaan Kerajaan Allah tersebut sampai pada masa kejavaan dan ketika tiba batas umur (ajal) yang telah ditentukan atasnya, maka ummat beserta kekuasaannya pun paso akan mati.
Sabahatku…
Kesimpulannya, ajal ummat Islam dan Khilafah yang dibangun di zaman Rasulullah Muhammad telah ajal (man) sejak tujuh abad yang lalu. Kini kekuasaan bangsa-bangsa kafir-musyrik (Blok Barat dan Timur) juga sedang mcmasuki fase akhir, yakni masa kehancurannya. Tandatanda akhir zaman (kematian) kekuasaan mereka sudah semakin terlihat dan begitu pula tanda-tanda datangnva zaman baru kebangkitan Khilafah (Kerajaan) Allah juga semalun terlihat.
Maraknya gerakan yang mengusung ide Khilafah di dunia, adak terkecuali di Nusantara, semakin memperkuat keyakinan akan hal tersebut. Tentu saja kita berharap, bahwa kebangkitan misi risalah Allah yang dahulu diemban oleh Rasulullah Muhammad beserta para sahabatnya, akan Jahur dan bangku dari
bumi Nusanrara, dimana sumber daya alam dan sumber daya manusianya sangat ideal untuk mengemban misi kebangkitan Khilafah Allah di zaman mi Hal ii diawali dan ditandas dengan bangkitnya nusi risalah Allah di Nusantara. Dan udak ada sikap dan pdihan lain bagi kuta kecuakh menyambutnya dengan sukacita dan ikut aktif memperjuangkannya hingga tegaknya kembali Khilafah yang dijanjikan-Nya.