Hari ini 27 Rajab merupakan hari yang ditetapkan para pendahulu agama untuk memperingati kejadian
Isra’ Mi’raj, namun tidak sedikit umat yang meyakini kejadian ini adalah dongengan masa kecil, namun ada juga yang berkeyakinan dengan sikap menerima, mengimani dan tidak menolak.
Kita mesti mencapai setingkat lebih tinggi dalam pengabdian, sebagaimana Allah mengajarkan dalam kitab suci. Namun dalam kasus ini ada kunci yang harus kita pakai agar pintu wawasan berpikir kita semakin dewasa, lepas dari dogma maupun doktrin yang mengkrangkeng analisa logis, ilmiah dan alamiah.
Kunci yang pertama kita pakai adalah kitab suci sebagai sumber kebenaran, sebagaimana termaktub dalam Al Quran Al-baqarah 2/147, yang kedua kita melakukan pendekatan kajian melalui ilmu yg tak keluar dari prinsip kebenaran tadi, sesuai dalam Qs. Al Isra’ 17/36 selama tidak bertentangan dengan logis akal sehat, ilmiah dan alamiah. Kunci yang ketiga menjadikan perkataan Al Quran adalah perkataan/hadist yang terbaik dan tertinggi derajatnya, sehingga jika ada perkataan dalam seiring waktu bertentangan dengan prinsip kebenaran maka akan tertolak sebagaimana dalam Qs. Al Mursalat 77/50.
Kata Isra’ Mi’raj terbagi 2 arti kata yakni Isra dari kata saro yang berarti diperjalankan/perjalanan sedangkan Mi’raj secara bahasa isim alat (kata yang menunjukkan alat/sarana untuk melakukan sesuatu) dari kata ‘aroja’ (عرج) yang berarti naik menuju ke atas, namun kata aroja secara alat adalah tangga yang digunakan naik setingkat demi tingkat.
Mari kita masuk pada kisah yang beredar dan diyakini. Peristiwa yang menakjubkan ini intinya adalah kisah Nabi yang melakukan perjalanan 1 malam dari masjidil haram ke masjidil aqsa lalu naik kelangit ke tujuh/sidratul muntaha, ditiap langitnya bertemu Nabi ataupun Rasul, lalu menerima perintah dari Allah tentang sholat wajib yang awalnya 50 rakaat, lalu dinegosiasi menjadi 5 dgn nilai tiap 1 wajib nya bernilai 10, lalu kembali ke Makkah untuk disiarkan. Peristiwa ini diyakini dilakukan atas sadar/tidak mimpi dan perjalanan fisik dan ruh.
Syaikh Al Albani dalam kitabnya yang berjudul Al Isra` wal Mi’raj menyebutkan 16 shahabat yang meriwayatkan kisah ini. Dari Anas Bin Malik yang bisa saja mendengar, ada pada lokasi atau diceritakan lagi sesuai yang diperawikan oleh Imam Muslim 162, bahkan lebih lengkap jika dirujuk ke kitab Shahih Bukhari hadits nomor 2968 dan 3598 dan Shahih Muslim nomor 162-168.
Itu secara kisahnya mari kita lihat secara tanggal kejadiannya, seperti yang dijelaskan diawal, Isra’ Mi’raj ditetapkan tanggal 27 Rajab 1443H. Secara pendekatan ulama ahli sejarah setidaknya ada 6 pendapat yakni,
- Peristiwa tersebut terjadi pada tahun tatkala Allah memuliakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan nubuwah (kenabian). Ini adalah pendapat Imam Ath Thabari.
- Perisitiwa tersebut terjadi lima tahun setelah diutus sebagai rasul. Ini adalah pendapat yang dirajihkan oleh Imam An Nawawi dan Al Qurthubi
- Peristiwa tersebut terjadi pada malam tanggal dua puluh tujuh Bulan Rajab tahun kesepuluh kenabian. Ini adalah pendapat Al Allamah Al Manshurfuri.
- Ada yang berpendapat, peristiwa tersebut terjadi enam bulan sebelum hijrah, atau pada bulan Muharram tahun ketiga belas setelah kenabian.
- Ada yang berpendapat, peristiwa tersebut terjadi setahun dua bulan sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Muharram tahun ketiga belas setelah kenabian.
- Ada yang berpendapat, peristiwa tersebut terjadi setahun sebelum hijrah, atau pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ketiga belas setelah kenabian.
Namun dari pendapat diatas jika dirujuk ke surah dan ayat lahirnya kisah isra’ mi’raj adalah surah Al Isra’ ayat 1 diturunkan di Mekkah atau pada akhir Hijrah, tidak ada yang menjelaskan tanggal pasti bulan rajab, lalu dari mana asal dasar menetapkan peringatan 27 rajab ?
Surah Al Isra’ jika ditujukan atau dasar berpikir untuk kejadian naiknya nabi ke langit adalah sebuah kekeliruan, sebab ayat 1 hingga ayat 10 tidak menceritakan kejadian Bani Ismail ataupun Muhammad, justru Bani Israel, kejadian yang dirangkum dalam ayat 1-8 menceritakan kisah ketidaksetiaan bani Israel sehingga berbuat kerusakan dua kali, mulai dari zaman Musa menegakkan kerajaan Allah hingga terbentuk perjanjian lama, kemudian dikalahkan dengan orang kejam yang perkasa membabibuta hingga ke kampung-kampung yakni Romawi, lalu diberikan kesempatan lagi bani Israel dari keturunan Yesus/Isa untuk mengalahkan Romawi. Jika dirujuk ayat ini menjadi kejadian tahunan maka cerita 2800 tahun lampau disampaikan Allah kepada Rasulullah Muhammad mulai dari zaman sebelum Musa hingga Isa agar dari sejarah itu banyak mengambil pelajaran. dalam hal ini pijakan berkeyakinan menjadi salah alamat.
Sidaratul muntaha dalam Surah An Najm 15-18 jika ditafsirkan langit ketujuh yang berada diluar angkasa maka ini menjadi kejadian yang tidak ilmiah dan diluar akal sehat manusia, dan bertentangan dengan ayat lainnya di Al Quran.
Pertama jika keberadaan langit berlapis 7 diluar angkasa maka sampai saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi astronomi tidak pernah menemukan lapisan itu, yang ada adalah gugusan atmosfer terdiri dari 5 lapisan yakni Troposfer jarak 0-12KM dari permukaan bumi, inilah tempat fitrah makhluk hidup bisa berkembang biak, kedua Strafosfer jarak 15-50 KM zona tempa Ozon O3 sebagai pelindung Radiasi dann ultraviolet, Ketiga Mesosfer jarak 50-75 KM suhunya dari 10 sampai -120°C tiap naik 100meternya suhu turun 0,4°C, dikenal dengan pelindung meteorid, keempat Termosfer jaraknya 80-800KM tempat pemantulan gelombang radio dengan frekuensi rendah maupun tinggi, kelima Eksosfer jarak 800-3260 KM tempat interaksi gas luar angkasa tentu saja mempengaruhi rendahnya gaya gravitasi dan oksigen
قُلْ اِنَّمَاۤ اَنَاۡ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰۤى اِلَيَّ اَنَّمَاۤ اِلٰهُكُمْ اِلٰـهٌ وَّا حِدٌ ۚ فَمَنْ كَا نَ يَرْجُوْا لِقَآءَ رَبِّهٖ فَلْيَـعْمَلْ عَمَلًا صَا لِحًـاوَّلَايُشْرِكْ بِعِبَا دَةِ رَبِّهٖۤ اَحَدًا
“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia menyekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahf 18: Ayat 110)
Jika kita hubungkan ilmu astronomi ini, dengan seorang Rasul yang mengaku manusia biasa terlahir dari ibu aminah dan bapaknya Abdullah, maka mustahil jika seorang manusia melakukan perjalan kelangit tanpa alat perlindungan, ditambah lagi dalam kisah naik kelangit mengendarai makhluk yang dicipta dari cahaya sehingga mampu melakukan perjalanan fisik sejauh masjidil haram ke masjidil aqso itu sejauh 1400km sekali jalan, jika buraq mengantarkan kembali berarti di 2800km dalam semalam, ini akan mengundang tanya akal sehat lagi, mampukah seorang manusia biasa menempuh jarak jauh dengan waktu sesingkat itu? Berapa km/jam? Mampukah tubuhnya menahan beban angin dipunggung buraq?. Belum lagi apabila kendaraan buraq itu dikaji dalam persfektif ilmiah, maka marilah berpikir jernih dan ilmiah.
Inti dari perjalanan ini ternyata perintah sholat wajib, anehnya dalam cerita ini mengandung aroma negosiasi dan asas keterbalikan. Dalam cerita tersebut Rasulullah mendapat perintah 50 rakaat, ketika ingin balik berjumpa dengan Musa, dan mendorongnya untuk memohonkan keringanan kepada Allah, sebab pernah meminta itu untuk bani Israel, menjadi sebuah pertanyaan besar bagi seorang Rasul jika sudah mendapat perintah dari Allah ada pertimbangan lain, atau mengapa Rasul lebih tahu ummatnya dibandingkan Sang Maha Mengetahui?
يٰۤـاَيُّهَا الرَّسُوْلُ بَلِّغْ مَاۤ اُنْزِلَ اِلَيْكَ مِنْ رَّبِّكَ ۗ وَاِ نْ لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسٰلَـتَهٗ ۗ وَا للّٰهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّا سِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْـكٰفِرِيْنَ
“Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.(QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 67)
وَمَا كَا نَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗۤ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِيْنًا
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Ahzab 33: Ayat 36)
Dalam hukum berkomunikasi jika ada 2 atau lebih dari itu informasi diterima oleh komunikan punya nilai pesan yang sama maka jelas itu berasal sumber yang sama, meski redaksi sedikit berbeda. Jika ada statemen sanad maupun rawi yang tidak sejalan atau bertentangan dengan sumber
kebenaran, maka jiwa yang murnilah dan dikehendakiNya lah yang mampu membedakan.
Tafakkur Malam
28 Februari 2022
RP