Perumpamaan Orang Buta, Tuli dan Mati (Bagian 2)
Teodisi : Orang beriman adalah orang yang sadar bahwa dia harus taat kepada hukum, aturan hidup yang diciptakan Allah untuk dirinya, an aaminuu birabbikum.
Kata Rabbikum mengandung makna Allah adalah Rabb (pengatur), pencipta manusia dan alam semesta. Allah yang menyempurnakan ciptaanNya dengan mengajarkan ayat-ayatNya, sebagai undang-undang kehidupan yang harus dipatuhi.
Seseorang disebut mengabdi apabila dia tunduk patuh kepada Al-Khaliq yaitu Allah Robbul ‘alamin. Dia aslama (tunduk patuh), terhadap segala hukum yang ditetapkan oleh Allah dalam kehidupan di muka bumi.
Faaamannaa maka kami mengimaninya. Ini adalah bentuk kesadaran tertinggi dari Ulil Albab. Dia sadar dirinya adalah makhluk kecil ciptaan Allah di alam semesta dan tidak ada jalan lain selain tunduk patuh kepada pencipta dirinya. Taat kepada pencipta, mematuhi segala undang-undang Allah yang diajarkan melalui Rasul yang ada di dalam Kitab-Kitab Allah.
Selanjutnya Surat Ali Imran ayat 193 mengatakan; Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.
Jelas terlihat di sini (ayat di atas) suatu bentuk penyesalan dari Ulil Albab, setelah dia menggunakan pikirannya untuk memikirkan alam semesta, memikirkan sejarah para Rasul, memikirkan tentang ajakan Allah melalui Rasul untuk hidup tunduk patuh kepada Allah; dan selama ini dirinya tidak hidup rnenurut model yang demikian.
Baca Juga : Perumpamaan Orang Buta, Tuli dan Mati Bagian 1
Dengan lapang dia rnengatakan rabbanana faighfiir lana. kata faighfiir lana menunjukan suatu permohonan pertobatan. Dia sadar diri bahwa selama ini dia hidup mentaati hukum yang tidak fitrah, bathil, hukurn buatan manusia.
Sebagai bentuk kesadaran dia mengatakan; faighfiir lana dzunuubanaa. Dzunuub sering diartikan dengan dosa, tentu saja yang dimaksud adalah orang yang telah melanggar hukum, hidup secara tidak fitrah, orang yang hidupnya tidak integrate dengan Diin Allah yang ada pada alam semesta.
Dzunuub adalah kata lain dari hidup yang keliru. Hidup yang menyimpang dari sistem yang Allah ciptakan pada alam semesta. Dan manusia harus berintegritas dengan sistem alam semesta yang rnerupakan Kerajaan Allah.
Wakaffiir annaa; Kafir dalam arti kafaro adalah ungkapan dari satu sikap hidup manusia yang telah menutup dirinya. Mengkafiri dari apa?. Tentu saja mengkafiri ajakan Allah melalui RasulNya dengan kitab-kitabNya. Dia telah menutup diri dari ajakan orang-orang beriman agar dirinya hidup bersama, di bawah kepemimpinan seorang Rasul
Wakaffir annaa sayyi-aatinaa. Kata Sayyi’ah artinya perbuatan yang buruk, salah, dan menyimpang. Menyimpang dari apa? Tentu saja menyimpang dari yang seharusnya berlaku atas dirinya, yaitu hidup menurut tatacara yang Allah undangkan melalui para Nabi, utusan Allah. Contoh umat yang menyimpang dari ajaran Allah adalah keturunan Abraham yang tidak lagi setia.
Baca Juga : Apakah Musyrik Itu ?
Keturunan Abraham yang tidak konsisten dengan ajaran Abraham, rnengambil ajaran yang lain. Mengambil ajaran bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, itulah bentuk dari kehidupan yang sayyi’ah.
Sayyi’ah adalah kehidupan buruk di mana manusia hidup tidak berintegrasi dengan alarn semesta. Hidupnya mengikuti dorongan-dorongan nafs’ul amaroh yang ada di dalam dirinya.
Nafs adalah suatu kekuatan yang ada di dalam diri manusia dan selalu mengajak manusia ke dalam perbuatan yang sayyi’ah. Ke dalam perbuatan yang suu’, yang buruk rendah dan salah.
Kata-kata wakaffir’ annaa sayyi-aatinaa berarti, dia bermohon agar kiranya Allah dapat menghilangkan dan menghapuskan sifat-sifat yang sayyi’ah. Memaafkan dirinva yang selama ini hidup tidak menurut aturan Allah. tidak aslama kepada Diin Allah. Wakaffir’ annaa sayyi-aatinaa.
Dilanjutkan dengan kata-kata watawaffanaa ma’a al-abraar; Dan wafatkanlah kami bersarna-sama dengan al-abraar. Kata al-abraar bentuk lain dari al-birr, bentuk jamak dari birrun.
Birrun bersifat nakiroh (umum) tetapi al-abraar bersifat ma’rifah, artinya tertentu yaitu; orang-orang yang Allah tetapkan sebagai orang yang telah berbuat birrun. Siapakah al-abraar yang dimaksud di sini? Tentu saja adalah orang-orang yang beriman kepada Allah yang telah terbukti dalam sejarah, bahwa mereka hidup menurut aturan Allah.
Baca Juga : Sejak Kapan Anda Beriman ?
Siapakah mereka itu? Itulah yang dikatakan An’amta ‘alayhim. Al-abraar sama dengan An’amta ‘alayhim. Di dalam ayat lain dikatakan An’amta ‘alayhim siapa? Mina alnnabiyyiina, yaitu para Nabi Allah, waalshshiddiiqina; orang-orang yang benar jalan hidupnya.
Waalshshaalihiina; orang-orang yang baik, yang beramal shaleh. Walsysyuhadaa; orang-orang yang telah rnembuktikan dirinya sampai dengan akhir hidupnya, telah rnenunjukan kepada dunia bahwa dia adalah syuhada atau saksi-saksi Allah.
Orang yang telah menggenapi ajaran Allah, telah rnembuktikan diri dalam hidupnya termasuk orang-orang yang birrun. Inilah sebenarnya harapan dari seorang Ulil Albab.
Watawaffanaa ma’al-abraar; wafatkanlah kami bersama dengan orang-orang yang berbuat baik itu, yaitu; an’amta ‘alayhim, Mina alnnabiyyiina waalshshiddiiqina Walsysyuhadaa Waalshshaalihiina wahasuna ulaa-ika rafiqaa. Mereka Itulah sahabat-sahabat yang baik. (An-Nisa 69)
Andi Zulfitiadi (Founder Teodisi)