Mengenal dan Memahami Kebenaran
Teodisi.com : Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Semesta Alam yang terbaik dan tercanggih di alam semesta ini. Dengan institusi akal yang dimilikinya dan yang menjadi pembeda dari makhluk-makhluk lainnya di muka bumi ini.
Institusi akal manusia dapat berfungsi dengan maksimal apabila mendapat bantuan dari indera pendengaran dan penglihatan. Tiga institusi tersebut harus difungsikan agar dapat mencari kebenaran sejati dan meningkatkan derajatnya di hadapan Sang Pencipta. Jika tidak, maka derajat manusia akan setara bahkan lebih hina dari binatang.
Zaman sekarang ini tidak sedikit orang saling menyalahkan, mengaku dirinya paling benar dan orang lain salah. Banyak pula kelompok yang mengaku kelompoknyalah paling benar, sementara kelompok lain keliru.
Bahkan yang sudah jelas-jelas salah pun ikut mengaku bahwa dialah yang paling benar. Akibatnya kita menjadi kesulitan untuk menentukan mana sesungguhnya yang benar (haq) dan yang salah (batil).
Baca Juga : Apakah Musyrik itu ?
Untuk menentukan benar dan salah, maka tentu kita harus memahami apa itu Kebenaran. Benar dan salahnya sesuatu harus diukur menggunakan metode ilmiah. Kebenaran harus diuji, divalidasi, dan diverifikasi menurut kaidah ilmiah.
Kebenaran menurut kamus bahasa Indonesia adalah keadaan yang cocok dengan keadaan sesungguhnya, sesuatu yang sungguh-sungguh ada, kelurusan hati, kejujuran dan tidak seorang pun menyangsikan.
Secara umum, ada tiga jenis kebenaran yaitu; Pertama, Kebenaran Individual (Subjektif) merupakan kebenaran berdasarkan pendapat sendiri (persangkaan) berdasarkan ego. Cirinya, merasa benar sendiri sedangkan orang lain salah.
Jika ada 6 orang maka akan ada 6 pandangan tentang kebenaran. “Dan mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan dan sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran” (An-najm [53] ayat 28).
Kedua, Kebenaran Kolektif (Objektif) merupakan kebenaran yang berdasarkan kebanyakan orang. Kebenaran menurut kelompok. “Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan.” (Al-An’am [6] ayat 116).
Kebenaran ini tidaklah berlaku secara universal, karena hanya milik kelompok, lembaga, dan bangsa tertentu. Di luar mereka bisa saja dianggap salah.
Baca Juga : Sejak Kapan Anda Beriman ?
Ketiga, Kebenaran Sejati (Hakiki) merupakan kebenaran mutlak, pasti dan tidak pernah mengalami perubahan. Kebenaran ini datangnya dari Sang Pencipta. “Kebenaran itu dari Tuhanmu. Maka, janganlah sekali-kali engkau termasuk orang-orang yang ragu.” (Al-Baqarah [2] ayat 147).
Dari Dialah asal muasal kebenaran. Tiada yang dapat membantah kebenaran dari-Nya. Kebenaran sejati berlaku bagi semua orang, di mana pun dan kapan pun, dalam kondisi dan situasi apapun. Kecuali bagi orang yang tidak mengimaniNya.
Untuk menentukan sesuatu ‘’benar atau salah” dapat ditinjau dari 3 teori; korespondensi, koherensi dan pragmatis.
Teori korespondensi (Correspondence Theory of Truth) adalah suatu teori yang menyimpulkan bahwa sesuatu pernyataan dianggap benar apabila berkorespondensi (berhubungan) dengan kenyataan atau fakta.
Baca Juga : Islam Bukan Agama ?
Coherence Theory of Truth atau teori koherensi adalah suatu teori yang menyimpulkan suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Sementara teori pragmatis (Pragmatic Theory of Truth) menyatakan bahwa sesuatu itu benar manakala mempunyai fungsional dan kebermanfaatan maupun nilai kegunaan.
Dari ketiga penjelasan teori dan jenis kebenaran di atas, maka yang harus diikuti adalah Kebenaran Sejati (hakiki). Kebenaran sejati dapat diuji dan diverifikasi melalui ketiga teori kebenaran tersebut.
Apakah wujud kebenaran sejati berkorespondensi dengan kenyataan? Apakah kebenaran sejati berkoherensi dengan teori sebelumnya? Apakah kebenaran sejati mempunyai nilai pragmatis atau kegunaan manfaat universal bagi kehidupan? Ukuran-ukuran ilmiah inilah yang harus dibuktikan sehingga bisa dikatakan sebagai sesuatu yang benar.
Dalam kehidupan sosial manusia, kebenaran dimata Sang Pencipta tidak ditentukan oleh sedikit banyaknya orang yang mengikutinya, tetapi didasari oleh sesuai atau tidak dengan firman (wahyu) dari Sang Maha Benar.
Benar kata kebanyakan manusia, tetapi salah kata Sang Pencipta, maka nilainya tetaplah salah.
Jika Anda adalah pencari Kebenaran Sejati, maka harus kembali kepada sumber dari segala sumber kebenaran, yakni Tuhan Yang Maha Benar. Wujud dari Kebenaran Tuhan Semesta Alam ada pada alam dan firman-firmanNya yang tertulis dalam Kitab Suci.
Kebenaran Sejati itu berasal dari Dia Yang Maha Benar, dan ciri dari kebenaran sejati manakala dia tidak pernah berubah dan berganti hanya karena perubahan waktu dan tempat.
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti selain Dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran.” (Al-A’raf [7] ayat 3)
Penulis: Irman
Editor: Bayu