Al-Qur’an dan Bagaimana Seharusnya Manusia: Menyembah atau Mengabdi?
Teodisi.com : Manusia adalah ciptaan mutakhir yang memiliki keistimewaan yang sangat luar biasa dibandingkan dengan makhluk lainnya. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu mengolah semua materi yang tersedia di bumi ini.
Oleh sebab itu, manusia membutuhkan sebuah panduan, pedoman, atau ‘manual book’ agar aktivitasnya tidak merugikan manusia lainnya dan juga ekologi alam.
Pedoman hidup yang merupakan alat untuk mendeteksi semua permasalahan yang terjadi. Dengan demikian, alat uji kebenaran yang resmi menurut Allah hanya Al-Qur’an. Pedoman itulah yang kemudian membimbing manusia kepada cara beraktivitas yang Allah ridhoi.
Sebagai petunjuk yang selalu setia untuk memberikan solusi yang tepat dan bijaksana. Inilah manfaat yang luar biasa dari Al-Qur’an. Tetapi yang bisa memperoleh manfaatnya hanyalah mereka yang meyakini Al-Qur’an sebagai petunjuk.
Merekalah orang-orang yang meyakini bahwa Allah memberikan petunjukNya melalui Al-Qur’an. Jika ingin memperoleh pertolongan dari Allah maka jadikanlah Al-Qur’an sebagai petunjuk dalam menjalankan kehidupan.
Jika kita perhatikan dengan seksama, bagaimana dengan kondisi saat ini. Apakah Al-Qur’an sudah dijadikan sebagai petunjuk hidup? Jika belum, maka perhatikanlah bagaimana kehidupan hari ini.
Pertikaian selalu saja muncul ke permukaan tanpa mengenal belas kasihan. Manusia saat ini sangat tega untuk melukai yang lainnya, tidak ada suatu media yang dapat mempertemukan pihak-pihak yang berkonflik dengan kepala dingin.
Hari ini manusia sedang bergelut dengan suasana emosional yang tidak terkontrol. Hampir dalam semua aspek, tidak ada situasi yang menunjukkan kasih sayang, kepedulian. Apalagi sikap kemanusiaan sudah sangat sulit ditemukan.
Sebenarnya apa tujuan hidup kita? Apa alasan mengapa kita harus hidup? Dari pertanyaan-pertanyaan inilah nantinya kita akan paham, mengapa Al-Qur’an harus dijadikan sebagai petunjuk hidup oleh seluruh manusia.
Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepadaKu. (Adz-Dzariyat Ayat 56)
Di dalam beberapa terjemahan kata liya’budun seringkali diterjemahkan dengan kata ‘menyembah’. Makna asli dari kata ini adalah ’mengabdi’, dan kata ini sudah diadopsi ke dalam perbendaharaan bahasa Indonesia. Sehingga secara kongkrit terjemahan yang tepat adalah mengabdi.
Menyembah dan mengabdi adalah dua bentuk kata kerja yang memiliki perbedaan signifikan.
Kata menyembah hanya mampu mewakili segala bentuk aktivitas pemujaan. Dengan demikian hubungan antara Allah dan manusia tidak lebih dari sekedar hubungan ritual pemujaan saja.
Berbeda dengan mengabdi, memiliki lingkup yang begitu luas. Melingkupi seluruh aspek kehidupan manusia sepanjang waktu.
Jika kata ya’budu diterjemahkan mengabdi, maka tidak ada pemisahan antara ibadah dengan masalah duniawi. Dan inilah yang seharusnya terjadi.
Sebagai contoh, orang yang bekerja dan melakukan aktivitas yang ditujukan bagi kepentingan negara. Menaati aturan atau hukum negara, dapat dikatakan mengabdi kepada negara.
Seseorang tidak dapat dikatakan sebagai warga negara atau pengabdi negara yang baik, jika dia tidak menaati aturan hukum yang telah ditetapkan dalam negara tersebut.
Hal yang sifatnya demikian pun terjadi dalam konteks pengabdian manusia kepada Sang Kholiqnya. Dialah Allah yang telah menciptakan semua makhluk, termasuk manusia. Dengan segala macam dan bentuk ketetapannya.
Manusia dapat dikatakan mengabdi kepada Allah, jika segala aktivitas yang dilakukannya ditujukan hanya untuk Allah. Tidak menyalahi atau keluar dari aturan- hukum yang telah ditetapkanNya.
Jika manusia sadar mengenai tujuan hidupnya, maka sangat mustahil terjadi ketimpangan dalam segala aspek. Ketika
manusia hidup dalam situasi yang tidak harmonis, itu berarti manusia tidak memiliki visi yang sama.
Hanya Al-Qur’an yang mampu menyatukan manusia dengan visi yang sama. Yakni hidup hanya untuk mengabdi kepada Allah semata.
Dengan menyatunya manusia dalam visi yang sama, maka jelaslah maksud Allah:
“Tidaklah Kami menurunkan Al-Qur’an kepadamu untuk menyusahkanmu”( Thaha : 2)
Semuanya menjadi mudah ketika manusia hidup dalam visi yang sama. Dan itu merupakan konsekuensi logis yang pasti terjadi. Amiin
Penulis: Virghi Valentino
Editor: Harun Ester