Saat mendengar kata “setan,” banyak dari kita mungkin langsung membayangkan sosok menyeramkan seperti yang sering digambarkan dalam film horor atau cerita rakyat. Pemahaman ini seringkali diperkuat oleh kepercayaan nenek moyang kita. Kuburan, rumah angker, pohon besar, dan tempat-tempat seram lainnya sering dianggap sebagai “sarang” setan. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan setan dalam konteks Al-Quran?
Dalam Al-Quran, kata “setan” muncul sebanyak 88 kali, baik dalam bentuk tunggal maupun jamak. Apakah setan dalam Al-Quran sama dengan setan yang kita pahami dalam budaya dan agama kita?
Setan dalam Al-Quran dianggap sebagai makhluk yang berbeda dengan manusia dan tidak bisa dilihat dengan mata fisik.
Namun, mari kita cermati beberapa firman Allah berikut ini untuk memahami makna sebenarnya:
Surat Al-Baqarah (2) ayat 168-170 berbunyi: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,’ mereka menjawab: ‘Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatupun, dan tidak mendapat petunjuk?”
Dari ayat di atas, kita dapat mengambil beberapa pelajaran penting:
1. Makanan yang Halal dan Baik: Allah memerintahkan manusia untuk makan makanan yang halal dan bergizi. Ini bukan hanya tentang makanan fisik, tetapi juga tentang makanan pikiran dan spiritual. Isme, ajaran, atau ideologi yang menyimpang adalah “makanan” yang najis bagi jiwa manusia.
2. Menolak Langkah Setan: Allah melarang kita untuk mengikuti langkah-langkah setan, yang merupakan musuh nyata. Jika setan adalah makhluk halus, bagaimana manusia bisa mengikuti atau tidak mengikuti langkah-langkahnya? Satu-satunya makhluk yang dapat diikuti oleh manusia adalah manusia lainnya. Setan yang dimaksud dalam Al-Quran bisa jadi adalah manusia yang memiliki pemikiran atau kesadaran jahat yang najis. Langkah-langkah setan adalah jalan hidup atau program hidup manusia yang bertentangan dengan jalan Allah dan program-program wahyu-Nya. Setan dalam konteks ini adalah manusia yang memerintah atau menyuruh manusia lainnya berbuat jahat dan keji.
3. Setan sebagai Pemimpin Jahat: Setan selalu mendorong manusia untuk berbuat jahat dan keji. Setan di sini adalah simbol bagi mereka yang memerintah atau mengajak orang lain untuk melakukan kejahatan.
Surat Al-Baqarah (2) ayat 208 menambahkan: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Ayat ini khusus untuk mereka yang sudah beriman, mengingatkan kita untuk menjalankan Islam secara menyeluruh dan menolak langkah-langkah setan. Musuh orang beriman adalah mereka yang memiliki kesadaran musyrik atau ideologi yang menyesatkan.
Surat Al-An’am (6) ayat 112 berbunyi: “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).”
Ayat ini memperjelas bahwa setan yang menjadi musuh para Nabi adalah manusia dan jin, yang selalu menipu dengan perkataan indah namun menyesatkan. Secara faktual, musuh para Nabi bukanlah makhluk halus, tetapi para pemimpin atau penguasa yang kafir dan masyarakat yang dipimpinnya. Misalnya, musuh Nabi Adam adalah Iblis, musuh Nabi Musa adalah Firaun, dan musuh Nabi Muhammad adalah Abu Jahal.
Surat Al-A’raf (7) ayat 27 mengingatkan kita:
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari jannah, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.”
Ayat ini menegaskan bahwa setan adalah pemimpin bagi mereka yang tidak beriman, seperti Firaun, Herodes, dan Abu Jahal. Setan yang dimaksud adalah manusia yang menolak dan menjadi musuh risalah Allah.
Selain menggunakan kata “setan,” Allah juga menggunakan kata “thaghut” dalam Al-Quran yang sering diartikan sebagai “setan.” Thaghut dapat berupa manusia, penguasa, atau ideologi yang diikuti dan ditaati oleh manusia.
Surat Al-Baqarah (2) ayat 256-257 menyatakan: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. Allah pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.”
Ayat ini menjelaskan bahwa thaghut adalah orang-orang yang telah melampaui batas, pemimpin atau pelindung orang-orang kafir. Setan dalam Al-Quran merujuk pada manusia yang memiliki kesadaran syirik dan selalu mendorong orang lain untuk berbuat jahat.
Karakter dasar dari nafs selalu mengarahkan manusia pada kejahatan dan keburukan. Ketika manusia sudah dikuasai oleh nafsunya, maka akal sehat manusia selalu terkalahkan. Satusatunya yang dapat mengendalikan nafs tersebut adalah rahmat Allah, yakni Ruh Qudus. Ketika nafs manusia diberi Ruh Qudus. maka keinginan jahat dan buruk seseorang akan terkendali.
Sebagai kesimpulan, setan dalam Al-Quran adalah simbol dari manusia atau pemikiran yang menghalangi manusia dari kebaikan dan kebenaran. Setan bukanlah makhluk halus yang menakutkan, tetapi setiap manusia yang menolak dan menjadi musuh dari misi risalah Allah. Untuk mengatasi pengaruh setan, manusia perlu berpegang pada ajaran Allah dan menghindari segala bentuk kemusyrikan dan kejahatan. Dengan begitu, manusia dapat mengubah karakter
jahat dalam dirinya menjadi karakter yang terpuji seperti karakter Sang Pencipta
Penulis : Abqurah
Editor : Reine
Konten : Reuven