Sebagian besar manusia saat ini memahami bahwa setiap Rasul memiliki mukjizat yang terlihat secara fisik. Salah satunya adalah kisah Nabi Ibrahim yang diyakini selamat ketika akan dibakar oleh Raja Namrud. Namun secara logis, kisah tersebut tampak tidak masuk akal karena mustahil api berubah menjadi dingin secara tiba-tiba seperti sihir. Jika hal ini terjadi, maka Nabi Ibrahim akan dianggap seperti penyihir dengan kemampuan magis. Padahal, Al-Qur’an dengan jelas menyebutkan bahwa para rasul adalah manusia biasa, sebagaimana firman Allah:
قَالَتۡ لَهُمۡ رُسُلُهُمۡ اِنۡ نَّحۡنُ اِلَّا بَشَرٌ مِّثۡلُكُمۡ وَلٰـكِنَّ
“Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka, ‘Kami hanyalah manusia seperti kamu.”(QS. Ibrahim: 11)
Tugas para rasul adalah menjadi teladan bagi umat manusia, seperti yang difirmankan Allah:
لَقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِىۡ رَسُوۡلِ اللّٰهِ اُسۡوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنۡ كَانَ يَرۡجُوا اللّٰهَ وَالۡيَوۡمَ الۡاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيۡرًا ؕ
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat, dan yang banyak mengingat Allah.”(QS. Al-Ahzab: 21)
Maka, tidak mungkin Nabi Ibrahim dikisahkan memiliki kekuatan magis yang tidak dapat dicontoh manusia. Kisah Nabi Ibrahim berawal dari tugasnya sebagai Rasul untuk menyeru kaumnya agar kembali mengabdi hanya kepada Allah. Hal tersebut diceritakan dalam firman-Nya:
قَالَ اَفَتَعۡبُدُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰهِ مَا لَا يَنۡفَعُكُمۡ شَيۡـًٔـا وَّلَا يَضُرُّكُمۡؕ
“Dia (Ibrahim) berkata, ‘Mengapa kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun dan tidak pula mendatangkan mudarat kepada kamu?”(QS. Al-Anbiya: 66)
Karena kaumnya mengabaikan seruan tersebut, Nabi Ibrahim memberikan peringatan tegas:
اُفٍّ لَّـكُمۡ وَلِمَا تَعۡبُدُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰهِؕ اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ
“Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Tidakkah kamu mengerti?”(QS. Al-Anbiya: 67)
Ancaman ini membuat para pemimpin Babilonia merasa terganggu, karena posisi mereka sebagai sosok yang diagungkan di masyarakat terancam. Akhirnya, mereka mengancam Nabi Ibrahim untuk menghentikan dakwahnya, bahkan berniat untuk “membakarnya,” seperti firman Allah:
قَالُوۡا حَرِّقُوۡهُ وَانْصُرُوۡۤا اٰلِهَتَكُمۡ اِنۡ كُنۡتُمۡ فٰعِلِيۡنَ
“Mereka berkata, ‘Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhanmu, jika kamu benar-benar hendak berbuat.”(QS. Al-Anbiya: 68)
Namun, makna “dibakar” dalam ayat ini lebih merujuk pada upaya melenyapkan Nabi Ibrahim dan ajarannya, baik melalui fitnah, provokasi, penangkapan, atau bahkan pengusiran. Hal tersebut sejalan dengan kisah para nabi lainnya, termasuk Nabi Muhammad, yang juga menghadapi ancaman serupa. Allah berfirman
وَاِذۡ يَمۡكُرُ بِكَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا لِيُثۡبِتُوۡكَ اَوۡ يَقۡتُلُوۡكَ اَوۡ يُخۡرِجُوۡكَؕ وَيَمۡكُرُوۡنَ وَيَمۡكُرُ اللّٰهُؕ وَاللّٰهُ خَيۡرُ الۡمٰكِرِيۡنَ
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya.”(QS. Al-Anfal: 30)
Allah kemudian menyelamatkan Nabi Ibrahim dari tipu daya ini, seperti dalam firman-Nya:
قُلۡنَا يٰنَارُ كُوۡنِىۡ بَرۡدًا وَّسَلٰمًا عَلٰٓى اِبۡرٰهِيۡمَۙ
“Kami (Allah) berfirman, ‘Wahai api! Jadilah kamu dingin dan penyelamat bagi Ibrahim.”(QS. Al-Anbiya: 69)
Makna “api menjadi dingin” adalah Allah menghilangkan segala macam fitnah, provokasi, ancaman, dan tipu daya yang dilancarkan oleh Raja Namrud dan pengikutnya. Nabi Ibrahim akhirnya hijrah ke negeri yang diberkahi, seperti firman Allah:
وَنَجَّيۡنٰهُ وَلُوۡطًا اِلَى الۡاَرۡضِ الَّتِىۡ بٰرَكۡنَا فِيۡهَا لِلۡعٰلَمِيۡنَ
“Dan Kami selamatkan dia (Ibrahim) dan Luth ke sebuah negeri yang telah Kami berkahi untukseluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 71)
Kisah tersebut menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim diselamatkan dari berbagai ancaman karena keimanannya kepada Allah dan seruannya kepada hukum Allah. Makna “api yang dingin” bukanlah sihir, melainkan perlambang bagaimana Allah melindungi para rasul-Nya dari makar musuh-musuh-Nya.
Penulis: Azaria
Editor: Reine
Konten: Reuven
