Dalam kitab-kitab Allah, Dīn al-Islām adalah sistem yang mengatur seluruh aspek kehidupan di alam semesta, termasuk manusia, dengan cara yang sistematis. Sistem ini memiliki dasar utama, yaitu ketundukan dan kepatuhan kepada Allah, Tuhan semesta alam, Pemilik sistem ini, dan Pencipta segala sesuatu sebagai pusat pengabdian.
Allah berfirman dalam QS. Asy-Syūrā (42):13:
شَرَعَ لَكُمْ مِّنَ الدِّيْنِ مَا وَصّٰى بِهٖ نُوْحًا وَّالَّذِيْٓ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهٖٓ اِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰى وَعِيْسٰٓى اَنْ اَقِيْمُوا الدِّيْنَ وَلَا تَتَفَرَّقُوْا فِيْهِۗ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِيْنَ مَا تَدْعُوْهُمْ اِلَيْهِۗ اَللّٰهُ يَجْتَبِيْٓ اِلَيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَهْدِيْٓ اِلَيْهِ مَنْ يُّنِيْبُۗ
“Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu Dīn yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh, dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), serta apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: tegakkanlah Dīn (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah-belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) Dīn yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih siapa yang Dia kehendaki kepada Dīn tauhid dan memberi petunjuk kepada (Dīn)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya).”
Ayat ini menunjukkan bahwa seluruh nabi membawa visi yang sama, yaitu menegakkan Dīn Allah di muka bumi dengan tidak berpecah belah dalam mengamalkannya. Dengan kata lain, para rasul diutus untuk membawa sistem yang sama dalam menjalankan ajaran Allah.
Jika para rasul membawa sistem atau Dīn yang sama, maka secara konseptual, mereka semua adalah muslim. Kata “muslim” berasal dari bahasa Arab yaitu aslama yang berarti “berserah diri”. Untuk memperkuat pernyataan ini, mari kita lihat ayat dalam Al-Qur’an mengenai status para nabi sebagai seorang muslim.
1. Nabi Ibrahim (‘alayhis-salām)
Pertama, perhatikan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah (2):128:
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَآ اُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَۖ وَاَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۚ اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada-Mu, dan (jadikanlah) anakcucu kami sebagai umat yang berserah diri kepada-Mu, serta tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah kami, dan terimalah tobat kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha
Penerima Tobat, Maha Penyayang.”
Ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim berharap dirinya menjadi seorang muslim sejati, yaitu orang yang sepenuhnya tunduk dan berserah diri kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Harapan ini tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keturunannya, yaitu Nabi Ismail dan Nabi Ishaq.
Allah juga berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2):131-133:
اِذْ قَالَ لَهٗ رَبُّهٗٓ اَسْلِمْۙ قَالَ اَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
”(Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya (Ibrahim), ‘Berserah dirilah!’ Dia menjawab, ‘Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.’” (131)
وَوَصّٰى بِهَآ اِبْرٰهٖمُ بَنِيْهِ وَيَعْقُوْبُۗ يٰبَنِيَّ اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰى لَكُمُ الدِّيْنَ فَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ ۗ
“Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub (berpesan), ‘Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih Dīn ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.’” (132)
اَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاۤءَ اِذْ حَضَرَ يَعْقُوْبَ الْمَوْتُۙ اِذْ قَالَ لِبَنِيْهِ مَا تَعْبُدُوْنَ مِنْۢ بَعْدِيْۗ قَالُوْا نَعْبُدُ اِلٰهَكَ وَاِلٰهَ اٰبَاۤىِٕكَ اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِسْحٰقَ اِلٰهًا وَّاحِدًاۚ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ
“Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Ya‘qub, ketika dia berkata kepada anakanaknya, ‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku?’ Mereka menjawab, ‘Kami akan mengabdi kepada Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, yaitu Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa, dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya (muslim).’” (133)
Ayat ini menjelaskan bagaimana Nabi Ibrahim memastikan bahwa anak-anak dan cucunya tetap
mengikuti ajaran Islam. Bahkan, cucunya yaitu Nabi Ya‘qub, juga mewariskan pesan yang sama
kepada anak-anaknya, memastikan mereka tetap berada dalam Dīn yang lurus.
2. Nabi Lūṭ (‘alayhis-salām) dan Kaumnya
Perhatikan firman Allah dalam QS. Az-Zāriyāt (51):36-37:
فَمَا وَجَدْنَا فِيْهَا غَيْرَ بَيْتٍ مِّنَ الْمُسْلِمِيْنَۚ
“Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di dalamnya (negeri kaum Lūṭ) itu.”(36)’
وَتَرَكْنَا فِيْهَآ اٰيَةً لِّلَّذِيْنَ يَخَافُوْنَ الْعَذَابَ الْاَلِيْمَۗ
“Maka Kami tidak mendapati di dalamnya (negeri itu), kecuali sebuah rumah dari orang-orang muslim (pengikut Lūṭ).” (37)
Ayat ini menunjukkan bahwa pengikut Nabi Lūṭ yang tetap beriman disebut sebagai muslim. Hal ini menegaskan kembali bahwa semua rasul dan pengikutnya adalah muslim, yaitu mereka yang berserah diri kepada Allah.
3. Nabi Mūsā (‘alayhis-salām)
Dalam QS. Yūnus (10):84, Nabi Musa berkata kepada kaumnya:
“Wahai kaumku! Apabila kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya jika kamu
benar-benar orang muslim.”
Ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Musa dan pengikutnya adalah muslim, yakni orang-orang yang berserah diri kepada Allah.
4. Nabi Sulaimān (‘alayhis-salām)
Ketika Nabi Sulaiman berdialog dengan Ratu Balqis dalam QS. An-Naml (27):42, Balqis berkata:
“Kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri (muslim).”
Ini menegaskan bahwa Ratu Balqis pun menerima ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Sulaiman dan berserah diri kepada Allah.
5. Nabi ‘Īsā (‘alayhis-salām)
Dalam QS. Al-Mā’idah (5):111, para pengikut setia Nabi Isa berkata:
“Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai Rasul) bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (muslim).”
Begitu pula dalam QS. Āli ‘Imrān (3):52, ketika Nabi Isa bertanya, “Siapa yang akan menjadi penolongku dalam menegakkan agama Allah?”, para hawariyyun (pengikut setianya) menjawab:
“Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim.”
Bahkan, dalam Injil Yohanes 5:30 dan Matius 7:21, Nabi Isa menegaskan bahwa ia tidak mengikuti kehendaknya sendiri, tetapi hanya kehendak Allah.
Kesimpulan
Dari semua penjelasan ini, jelas bahwa setiap rasul memiliki tujuan dan ajaran yang sama menegakkan Dīn al-Islām. Yang membedakan hanyalah waktu dan tempat mereka diutus.
Jika para nabi tidak membeda-bedakan ajaran yang mereka bawa, mengapa kini banyak orang yang mengaku pengikut mereka justru saling membedakan dan bahkan bertikai?
Penulis: Azaria
Editor: Reine
Konten: Reuven