Al-Qur’an adalah kitab suci yang menjadi petunjuk hidup bagi umat manusia, berisi berbagai perintah, cerita, dan perumpamaan yang membantu membimbing umat dalam menjalani kehidupan. Salah satu tema yang sering ditemukan dalam Al-Qur’an adalah gunung, yang digunakan sebagai simbol kekuatan dan kekuasaan Allah. Dalam tulisan ini, kita akan membahas lebih dalam tentang perumpamaan gunung dalam Al-Qur’an serta pelajaran dan peringatan yang dapat dipetik darinya.
Dalam Al-Qur’an, gunung sering digambarkan sebagai simbol kekuatan dan kekuasaan Allah. Sebagai contoh, dalam Surah Al-Anbiya’ ayat 31, Allah berfirman:
وَجَعَلْنَا فِى الْاَرْضِ رَوَاسِيَ اَنْ تَمِيْدَ بِهِمْۖ وَجَعَلْنَا فِيْهَا فِجَاجًا سُبُلًا لَّعَلَّهُمْ يَهْتَدُوْنَ ٣١
“Kami telah menjadikan di bumi gunung-gunung yang kukuh agar (tidak) berguncang bersama mereka dan Kami menjadikan (pula) di sana jalan-jalan yang luas agar mereka mendapat petunjuk.”
Dalam ayat ini, Allah mengungkapkan bahwa gunung-gunung di bumi berfungsi sebagai pasak yang menjaga kestabilan bumi. Hal itu menunjukkan peran penting gunung dalam menjaga keseimbangan alam semesta serta menunjukkan bahwa Allah memiliki kekuasaan mutlak untuk menciptakan dan mengatur seluruh alam semesta.
Secara linguistik dalam bahasa Arab, gunung disebut dengan kata “Jibal,” yang berfungsi sebagai penahan atau pasak bumi agar tidak goyah. Dalam bentuk jamak, gunung disebut sebagai “Rowaasiya,” yang menggambarkan kekuatan dan kestabilannya.
Selain itu, gunung juga digunakan dalam Al-Qur’an sebagai perumpamaan spiritual yang mengandung pelajaran dan peringatan bagi umat manusia. Misalnya, dalam Surah Al-A’raf ayat 143:
وَلَمَّا جَاۤءَ مُوْسٰى لِمِيْقَاتِنَا وَكَلَّمَهٗ رَبُّهٗۙ قَالَ رَبِّ اَرِنِيْٓ اَنْظُرْ اِلَيْكَۗ قَالَ لَنْ تَرٰىنِيْ وَلٰكِنِ انْظُرْ اِلَى الْجَبَلِ فَاِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهٗ فَسَوْفَ تَرٰىنِيْۚ فَلَمَّا تَجَلّٰى رَبُّهٗ لِلْجَبَلِ جَعَلَهٗ دَكًّا وَّخَرَّ مُوْسٰى صَعِقًاۚ فَلَمَّآ اَفَاقَ قَالَ سُبْحٰنَكَ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُؤْمِنِيْنَ
“Ketika Nabi Musa datang pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan berbicara langsung dengannya, dia berkata, ‘Ya Tuhanku, tampakkanlah diri-Mu kepadaku agar aku dapat melihat-Mu.’ Allah berfirman, ‘Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi lihatlah ke gunung itu. Jika gunung itu tetap di tempatnya, niscaya engkau akan bisa melihat-Ku.’ Maka, ketika Allah menampakkan keagungan-Nya pada gunung itu, gunung itu hancur luluh, dan Musa pun pingsan. Setelah sadar, dia berkata, ‘Mahasuci Engkau. Aku bertobat kepada-Mu dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.’”
Dalam ayat ini, Nabi Musa AS meminta agar Allah menampakkan diri-Nya di Gunung Sinai. Namun, gunung itu tidak mampu menahan kehadiran Allah yang Maha Kuasa. Dengan arti, menunjukkan bahwa meskipun gunung tampak kuat dan stabil, ia tidak mampu menahan kebesaran dan kekuasaan Allah. Gunung yang hancur saat Allah menampakkan keagungan-Nya mengingatkan kita akan keterbatasan segala sesuatu di dunia ini dibandingkan dengan keagungan Allah.
Secara simbolik, gunung dalam Al-Qur’an juga dapat dipahami sebagai representasi posisi tinggi yang berfungsi untuk mengayomi, melindungi, dan memberi tempat bagi kehidupan banyak orang. Dengan kata lain, orang yang diumpamakan sebagai gunung adalah seseorang yang memiliki pengaruh besar dalam suatu bangsa atau masyarakat, baik dari sisi kekuasaan maupun ekonomi. Jika gunung tersebut terpecah, seperti halnya dalam perpecahan sosial, maka keadaan masyarakat atau negara akan terguncang, mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, pendidikan, militer, dan sosial.
Sebagai kesimpulan, gunung dalam Al-Qur’an bukan hanya simbol kekuatan dan kekuasaan Allah, tetapi juga sebuah peringatan tentang kebesaran-Nya. Dengan memahami perumpamaan gunung dalam konteks sosial dan spiritual, kita diingatkan akan pentingnya menjaga keharmonisan dan kesatuan, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bersosial. Perpecahan, baik secara fisik maupun sosial, dapat mengguncang stabilitas yang telah dibangun dengan susah payah.
Penulis: Pams