FASISME: PATRIOTISME ATAU PENINDASAN?

Fasisme merupakan salah satu ideologi politik yang pernah mewarnai sejarah dunia. Ideologi ini menempatkan negara di atas kepentingan individu, menonjolkan nasionalisme ekstrem, serta sering kali identik dengan kediktatoran, penindasan oposisi, dan militerisme. 

Beberapa ciri utama fasisme, antara lain:

Fasisme mengusung nasionalisme ekstrem yang menempatkan kepentingan negara dan bangsa di atas segalanya, dengan menganggap bangsanya lebih unggul dari bangsa lain.

Fasisme bersifat totalitarian yaitu ingin mengendalikan seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Fasisme bercirikan kediktatoran, di mana kekuasaan penuh berada di tangan satu pemimpin absolut.

Fasisme menindas oposisi dengan tidak memberi ruang bagi perbedaan pendapat, bahkan menggunakan kekerasan atau pembunuhan terhadap lawan politik.

Fasisme menganut militerisme dengan mengandalkan kekuatan militer dan kekerasan untuk mencapai tujuan politik.

Fasisme bersifat anti-demokrasi dan anti-liberalisme 

Sejarah mencatat fasisme pernah berkuasa di Italia di bawah Benito Mussolini dan di Jerman di bawah Adolf Hitler. Kedua rezim ini banyak menggunakan propaganda dan kekerasan untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Pasca Perang Dunia II, fasisme secara luas dianggap sebagai ideologi berbahaya dan ditolak oleh banyak negara.

Jika kita cermati, sepanjang sejarah hingga hari ini, begitu banyak isme-isme yang bermunculan, termasuk fasisme, yang pada akhirnya lebih sering memecah belah manusia, suku, golongan, dan bangsa.

Padahal, dalam tujuan penciptaan manusia, Allah sama sekali tidak menzalimi manusia dalam hal apa pun. Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah tidak menzalimi manusia sedikit pun, tetapi manusialah yang menzalimi diri mereka sendiri.” (QS Yunus [10]: 44)

Allah juga tidak menghendaki manusia hidup terpecah oleh berbagai paham, sebab hal itu hanya akan melahirkan benturan kepentingan antarindividu, kelompok, maupun bangsa. Masing-masing menjadi egois, ingin menang sendiri, dan hanya memikirkan kesejahteraan kelompoknya. Dari sinilah muncul berbagai aturan atau isme yang berbeda-beda demi mempertahankan kekuasaan.

Seluruh aspek kehidupan kini terasa sarat dengan materialisme, konsumerisme, dan kapitalisme. Hubungan antarsesama manusia pun makin bergeser, tak lagi dilandasi kasih sayang, melainkan berubah menjadi hubungan transaksional demi keuntungan materi semata.

Nilai-nilai kemanusiaan yang dahulu diajarkan Allah melalui para nabi dan Rasul kini justru dianggap usang, bahkan mulai diabaikan oleh banyak orang, terutama pada awal milenium ketiga ini.

Berbagai bencana yang terjadi, baik di darat maupun di lautan, sejatinya menjadi pengingat. Allah berfirman:

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum [30]: 41)

Manusia telah menempatkan hawa nafsu sebagai tuan, bahkan sebagai tandingan dari satu-satunya Tuhan Yang Haq, yang sebenarnya wajib mereka taati dan patuhi.

Kini, pertanyaannya adalah: apakah kita akan terus membiarkan berbagai isme memecah belah kita, ataukah saatnya kita kembali kepada nilai-nilai Ilahi yang menuntun manusia pada keadilan, kasih sayang, dan kemuliaan hidup?

Sebab pada akhirnya, hanya dengan berpijak pada petunjuk-Nya, kita dapat membangun peradaban yang benar-benar manusiawi, peradaban yang tak lagi terjebak dalam pusaran nafsu dan kekuasaan, tetapi berlandaskan kebenaran dan keadilan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *