Kita Manusia atau Barang Dagangan?

Dari TikTok ke marketplace, kamu bukan pengguna, kamu yang dijual.

Di dunia digital hari ini, kamu mungkin merasa sedang menggunakan teknologi. Tapi coba pikir ulang: apakah kamu yang menggunakan aplikasi, atau aplikasi yang menggunakanmu?

Setiap klik, scroll, like, bahkan waktu diam-mu di layar, itu semua direkam. Bukan untuk membuat hidupmu lebih baik, tapi untuk menjualmu. Kamu bukan lagi manusia utuh. Kamu adalah data. Kamu adalah target. Kamu adalah produk.

Platform seperti TikTok, Instagram, bahkan marketplace, bekerja dengan satu logika dasar: membuatmu betah, lalu menjual perhatianmu. Kamu digiring untuk terus menonton, terus belanja, terus mencari validasi. Semuanya dirancang bukan untuk memberdayakan, tapi untuk membuatmu ketagihan.

Budaya konsumsi yang kamu pikir netral sebenarnya adalah sistem. Ia membentuk cara kamu berpikir, merasa, bahkan mencintai. Algoritma mengarahkan selera dan opini. Kamu percaya kamu memilih, padahal kamu dikurasi.

Pertanyaannya:

Kalau kamu bukan pengguna, tapi yang digunakan—masihkah kamu bebas?

Jika kamu merasa sesuatu dalam dirimu sedang diambil perlahan, kamu tidak gila. Kamu sedang dijinakkan. Dibelokkan. Dijauhkan dari kemanusiaanmu yang utuh. Dan ini bukan hanya masalah digital—ini masalah spiritual.

Manusia tidak diciptakan untuk jadi komoditas.

📩 Mau tahu bagaimana cara keluar dari pusaran ini?

DM Teodisi. Kita bicara soal makna, bukan sekadar algoritma.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *