Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering kali dihadapkan pada pilihan antara kebaikan dan keburukan. Setiap keputusan yang diambil dapat mendekatkan kita kepada Allah atau sebaliknya, menjerumuskan kita dalam keburukan. Salah satu musuh terbesar manusia yang terus-menerus menggoda untuk melakukan keburukan adalah Setan. Dalam QS An-Nur ayat 21, Allah berfirman dengan tegas memperingatkan manusia untuk tidak mengikuti langkahlangkah setan:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَتَّبِعُوۡا خُطُوٰتِ الشَّيۡطٰنِ ؕ وَمَنۡ يَّتَّبِعۡ خُطُوٰتِ الشَّيۡطٰنِ فَاِنَّهٗ يَاۡمُرُ بِالۡـفَحۡشَآءِ وَالۡمُنۡكَرِ ؕ وَلَوۡلَا فَضۡلُ اللّٰهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهٗ مَا زَكٰى مِنۡكُمۡ مِّنۡ اَحَدٍ اَبَدًا وَّلٰـكِنَّ اللّٰهَ يُزَكِّىۡ مَنۡ يَّشَآءُ ؕ وَاللّٰهُ سَمِيۡعٌ عَلِيۡمٌ
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah Setan! Siapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya dia (setan) menyuruh (manusia mengerjakan perbuatan) yang keji dan mungkar. Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun di antara kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya. Akan tetapi, Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Ayat ini secara jelas mengingatkan bahwa setan adalah musuh nyata yang tugas utamanya adalah mengajak manusia kepada perbuatan keji dan munkar. Setan tidak hanya mendorong manusia untuk melakukan keburukan kecil, tetapi juga mengarahkan pada hal-hal besar yang merusak fitrah manusia dan menjauhkan dari rahmat Allah. Langkah-langkah setan, atau “khuthuwâtisy-syaithân” dalam bahasa Arab, mencakup semua bentuk rayuan, godaan, dan tipu daya yang mengarah pada keburukan, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi. Selain itu, pada QS An-Nur ayat 21, Allah secara khusus mengatakan “orang-orang beriman” dengan peringatan agar tidak mengikuti langkah-langkah setan. Penyebutan
“orang-orang beriman” menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang telah menerima kebenaran, yaitu telah diberikan petunjuk dalam kehidupan. Meski demikian, peringatan ini tetap diperlukan karena sekalipun orang beriman telah memiliki prinsip kehidupan yang kuat, tetapi mereka masih dapat tergoda oleh setan. Ketika seorang beriman mengikuti langkah setan, konsekuensinya pun ada karena mereka telah tahu dan paham akan kebenaran, tetapi memilih untuk melanggar. Allah menunjukkan bahwa iman bukanlah jaminan otomatis untuk terhindar dari godaan setan, tetap dibutuhkan kewaspadaan, kesadaran, dan usaha terus-menerus untuk melindungi diri dari langkah-langkah setan, dan tetap berada di jalan yang lurus.
Mengikuti langkah setan adalah jalan yang penuh jebakan. Setan tidak langsung mengajak manusia pada dosa besar, tetapi secara bertahap melalui berbagai cara yang dianggap “wajar” padahal sebaliknya. Sebagai contoh, sebuah perbuatan kecil yang terlihat sepele, seperti membiarkan diri untuk berlaku curang dalam hal apapun, maka lambat laun dapat menjadi kebiasaan buruk yang besar. Dari hal kecil inilah, manusia dapat terseret lebih jauh dalam tindakan yang lebih keji seperti berbohong, berkhianat, mencuri, atau bahkan melakukan kezaliman yang lebih besar yaitu “Syirik” ataupun “Kembali Syirik” jika dia adalah orang yang telah beriman
Allah menjelaskan bahwa setan selalu menyeru kepada perbuatan “fahsya’” (Rendah, Keji, Buruk) dan “munkar”. Perbuatan keji adalah tindakan yang melanggar moralitas dan fitrah sebagai manusia seperti perzinaan, dusta, penipuan dan tindakan zalim lainnya. Sedangkan perbuatan munkar adalah segala hal yang bertentangan dengan kebaikan dan kebenaran. Jika seseorang tidak waspada dan terus membiarkan diri mengikuti langkah-langkah yang dianggap “halus” ini, niscaya ia akan semakin jauh dari petunjuk Allah (Kebenaran dan Kebaikan).
Setan itu tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dapat muncul dari dalam diri kita sendiri, terutama ketika kita memelihara niat buruk dan membiarkan hawa nafsu mendominasi yang mendorong kita kepada sesuatu yang rendah, keji, dan jauh dari kebaikan. Jika kita tidak sadar
dan terus berputar-putar dalam lingkaran niat buruk dan perilaku negatif, kita akan terjebak di situ selamanya, tanpa pernah berkembang atau mencapai potensi diri yang sebenarnya. Dalam hal ini, setan hanya menyuruh kepada apa yang telah ada di dalam diri kita selain pengaruh dari
luar, yaitu rasa malas, rasa iri, egoisme, dan keinginan untuk jalan pintas menuju kesenangan semu
.Istilah “manusia tempatnya dosa” secara logika adalah sebuah jebakan mental yang berbahaya. Ketika kita mengafirmasi bahwa dosa adalah hal yang wajar bagi manusia, kita sendiri yang sedang membuka pintu bagi “setan” untuk lebih mudah menjerumuskan kita. Pemikiran ini justru membuat kita memaklumi keburukan dan menerima dosa sebagai sesuatu yang biasa, padahal itu adalah mindset yang menghancurkan. Pikiran semacam ini tidak hanya menjauhkan kita dari kebenaran, tetapi juga membuat kita pesimis tentang kemampuan kita untuk berubah dan menjadi lebih baik. Dengan mindset seperti itu, kita secara tidak sadar memberi diri kita izin untuk terus berbuat salah, padahal Allah telah memberikan kita akal, pendengaran, penglihatan, dan kehendak untuk memilih ingin mengikuti jalan yang benar atau sebaliknya.
Kamu bisa bilang “manusia tempatnya dosa” sepanjang hidupmu, tapi ingat itu cuma alibi untuk menutupi rasa malasmu berubah. Pada akhirnya, keputusan ada di tanganmu: mau terus berada di lingkaran yang sama, atau bangkit dan menghentikan langkah-langkah setan? Tuhan Semesta Alam telah memberi kita pilihan, tapi kitalah yang menentukan bagaimana kita akan hidup dan memilih pilihan itu. -Reine
Penulis: Reine
Konten: Reuven