Salah satu mukjizat terbesar Nabi Sulaiman yang dikenal sebagian besar khalayak umum hari ini adalah kemampuannya untuk berkomunikasi dengan hewan. Allah memberinya kemampuan untuk berbicara dan memerintah hewan, termasuk burung, semut, dan berbagai makhluk lainnya. Hal tersebut tercermin dalam QS. An-Naml (27:38-39) dan (QS. An-Naml ayat 18) yang menyebutkan bagaimana Nabi Sulaiman memerintahkan hewan-hewan dan makhluk lainnya dalam tugasnya.
“Hingga keAka mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, Wahai semutsemut! Masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu Adak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka Adak menyadari.”
(QS. An-Naml 27: Ayat 18)
“Dan dia (Sulaiman) berkata: ’Wahai para pembesar, mana yang dapat membawa kepadaku singgasana Ratu Balqis sebelum mereka datang menyerah kepadaku?’ Seorang jin yang kuat berkata, ‘Saya akan membawa singgasananya kepadamu sebelum kamu bangkit dari tempat dudukmu, dan sesungguhnya saya benar-benar kuat lagi dapat dipercaya.”
(QS. An-Naml 27:38-39).
Dalam ayat ini, diceritakan bagaimana Sulaiman memimpin pasukan yang terdiri dari berbagai makhluk, termasuk hewan. Hewan di sini lebih dimaknai bukan sebagai makhluk fisik, tetapi sebagai simbol dari makhluk yang tidak berakal dan tidak mampu memahami wahyu Allah. Hewan, dalam bahasa Arab, diungkapkan dengan kata “dawaab” atau “an’am”, yang merujuk pada makhluk yang mengikuti insting dan nalurinya, dan tidak diberi kemampuan untuk memahami wahyu secara langsung seperti manusia. Dengan demikian, hewan yang digambarkan sebagai makhluk yang tidak berakal, berfungsi sebagai simbol dari mereka yang tidak menggunakan akal untuk memahami wahyu Allah. Dalam Surah Al-A’raf (7:179), Allah menggambarkan orang yang tidak menggunakan akalnya untuk mengikuti petunjuk-Nya dengan istilah yang serupa dengan hewan:
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka banyak dari jin dan manusia. Mereka mempunyai Qolbu, tetapi tidak memahaminya; mereka mempunyai mata, tetapi tidak melihatnya; mereka mempunyai telinga, tetapi tidak mendengarnya. Mereka itu seperti binatang, bahkan lebih sesat lagi.” (QS. Al-A’raf 7:179).
Hewan dalam kisah Nabi Sulaiman menjadi pengingat bagi manusia untuk menggunakan akal dan memahami wahyu Allah, sehingga tidak jatuh pada ketidakpedulian yang disimbolkan oleh makhluk tanpa akal. Nabi Sulaiman memimpin dengan kebijaksanaan dan memperlakukan semua makhluk dengan adil, sekaligus menunjukkan bahwa mukjizat adalah tanda kebesaran Allah.