Nabi Shaleh diutus kepada kaum Tsamud, sebuah bangsa yang hidup setelah kaum ‘Ad dan dikenal memiliki peradaban yang maju. Namun, kemajuan tersebut tidak diiringi dengan kepatuhan terhadap aturan Allah. Mereka melakukan syirik dengan menduakan Allah dalam sistem kehidupan mereka dan lebih mengutamakan kepentingan duniawi dibandingkan dengan ketaatan kepada-Nya.
“Dan kepada kaum Tsamud (Kami utus) saudara mereka, Saleh. Dia berkata, ’Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya. Karena itu, mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya, Tuhanku sangat dekat (rahmat-Nya) dan memperkenankan (doa hamba-Nya).’”
(QS. Hud: 61)
Allah mengutus Nabi Shaleh untuk mengingatkan mereka agar kembali kepada Sistem Allah, yaitu sistem yang telah ditaati oleh seluruh makhluk di langit dan di bumi. Namun, kaum Tsamud menolak seruan ini karena merasa bahwa sistem yang mereka jalankan telah memberikan keuntungan bagi mereka.
“Maka apakah mereka mencari din selain Din Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala sesuatu yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan?” (QS. Ali Imran: 83)
Sebagai bukti kebenaran risalahnya, Nabi Shaleh memperkenalkan “unta betina dari Allah” sebagai tanda bagi kaum Tsamud. Unta betina ini bukan sekadar mukjizat, tetapi juga simbol dari sistem yang harus dihormati dan diikuti, sebagaimana aturan Allah menjadi sumber kesejahteraan bagi manusia. Disebut betina karena mencerminkan kasih sayang, keseimbangan, dan keberlanjutan dalam hukum Allah. Hak unta atas air melambangkan keadilan dalam distribusi sumber daya, sebagaimana aturan Allah mengatur hak dan kewajiban manusia secara adil.
“Dia (Shaleh) berkata, ’Ini seekor unta betina, ia mempunyai hak untuk minum, dan kamu mempunyai hak minum pada hari yang tertentu’.” (QS. Asy-Syu’ara: 155)
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka, Shaleh. Dia berkata, ’Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Sungguh, telah datang bukti nyata dari Tuhanmu kepadamu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu. Biarkanlah dia makan di bumi Allah dan janganlah kamu menyakitinya agar kamu tidak ditimpa azab yang pedih’.”
(QS. Al-A’raf: 73) Namun, kaum Tsamud menganggap aturan ini sebagai ancaman terhadap kekuasaan dan kepentingan mereka. Mereka menolak untuk tunduk kepada hukum Allah dan akhirnya membunuh unta betina tersebut. Tindakan ini bukan hanya sekadar pembunuhan terhadap seekor hewan, tetapi merupakan simbol dari penolakan total terhadap hukum Allah. Mereka lebih memilih sistem yang zalim, yang hanya menguntungkan sebagian kelompok tetapi menindas yang lain.
“Tetapi mereka menyembelihnya, maka dia (Shaleh) berkata, ’Bersukarialah kamu di rumahmu selama tiga hari. Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan’.” (QS. Hud: 65)
Sebagai akibat dari pembangkangan mereka, Allah menurunkan azab kepada kaum Tsamud. Setelah kehancuran mereka, Nabi Shaleh dan para pengikutnya yang beriman diselamatkan. Namun, Nabi Shaleh tetap merasa sedih karena kaumnya lebih memilih kemusyrikan daripada kebenaran.
“Dan suatu suara keras menimpa orang-orang zalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di rumahnya.” (QS. Hud: 67)
Kaum Tsamud menolak aturan Allah karena merasa dibatasi, unta betina melambangkan aturan sosial yang adil, pembunuhan unta adalah simbol penghancuran hukum Allah, dan syirik menduakan Allah dalam sistem, kekuasaan, dan ketaatan. Allah tidak membiarkan kezaliman berlangsung selamanya, dan kaum yang menolak aturan-Nya pasti akan mengalami kehancuran
Penulis: Reuven
Editor: Reine