Terkini

Hajun: Nama yang Hilang dari Kitab, Tapi Hidup dalam Perjuangan?

Dalam lintasan panjang sejarah para nabi, nama-nama besar seperti Sarah, Hagar, dan Keturah telah mendapatkan tempatnya masing-masing dalam narasi keturunan Ibrahim. Namun di balik tiga nama itu, terselip satu sosok yang nyaris tak dikenali: Hajun.

Siapa Hajun?

Dalam sebagian literatur klasik Islam dan catatan dari tradisi Yahudi non-kanonik, Hajun disebut sebagai istri keempat Abraham, yang datang setelah Sarah wafat, dan setelah masa panjang bersama Hagar dan Keturah. Hajun diyakini melahirkan lima anak: Kisan, Suraj, Amim, Lutan, dan Nafis. Namun tak seperti para istri lainnya, nama Hajun tak tercatat dalam Alkitab maupun Al-Qur’an secara literal. Ia muncul sebagai bayangan samar di tepi sejarah.

Namun, apakah absennya pencatatan berarti absennya peran?

Membaca Hajun dalam Diam Sejarah

Sebagian narasi non-kanonik menyebut Hajun sebagai salah satu istri Nabi Ibrahim setelah Sarah, Hagar, dan Keturah. Namun, asal-usul Hajun tidak dijelaskan secara pasti dalam kitab-kitab utama. Tidak ada keterangan eksplisit mengenai dari mana ia berasal, dan sebagian besar referensinya muncul dari tradisi atau manuskrip yang tidak populer.

Tidak seperti Sarah dan Hagar yang kisahnya terikat pada wilayah Kanaan dan Mesir, serta Keturah yang keturunannya diutus ke arah timur, Hajun hadir sebagai nama yang sunyi dalam sejarah. Jika benar ia adalah bagian dari keluarga Ibrahim, maka kehadirannya membuka kembali kemungkinan bahwa peran perempuan dalam risalah kenabian lebih luas dari yang umum dikenal.

Hajun bisa jadi simbol dari perempuan yang melanjutkan risalah melalui jalur-jalur tak tercatat, peradaban-peradaban non-sentral, dan keturunan yang tidak pernah dianggap “resmi” oleh sejarah utama. Sama seperti Keturah yang mengutus anak-anaknya ke Tanah Timur, Hajun pun mungkin ikut mewarnai bab peradaban yang tak sempat ditulis.

Lalu Mengapa Kita Nyaris Tak Mengenalnya?

Karena sejarah ditulis oleh mereka yang menang. Karena pusat-pusat ilmu pengetahuan yang mungkin menyimpan versi alternatif sejarah itu, seperti Perpustakaan Bayt al-Hikmah di Baghdad dan istana kebijaksanaan di Andalusia, telah dilenyapkan. Kitab-kitab terbakar. Nama-nama hilang. Jalur silsilah pun tercerabut dari akarnya. Maka sejarah spiritual pun ikut dimonopoli oleh yang punya kekuasaan untuk menuliskannya.

Hajun adalah salah satu nama yang mungkin hilang di tengah debu sejarah. Tapi bisa jadi, justru dari nama-nama seperti dialah kita mengerti bahwa kisah ilahi tak pernah sesempit kitab yang dibakukan oleh satu kelompok.

Akhir Kata:

Jika Sarah mengakar di Tanah Kanaan, Hagar menumbuhkan kehidupan di padang tandus Mekkah, dan Keturah diutus ke arah Timur membawa nilai-nilai Ibrahim, maka nama Hajun—jika benar pernah hadir—mengajak kita merenung:

Adakah kisah lain dari Ibrahim yang tak sempat dituliskan? Adakah warisan kenabian yang mengalir ke wilayah-wilayah yang hari ini luput dari narasi utama sejarah?

Sejarah, sebagaimana kita tahu, sering kali ditulis oleh pihak yang berkuasa, dan banyak nama, termasuk perempuan seperti Hajun, tenggelam bersama lenyapnya naskah, pustaka, dan peradaban yang dihancurkan. Maka tak heran bila sebagian bagian dari kisah Ibrahim kini hanya hidup sebagai jejak yang samar.

Namun barangkali, justru dalam sunyi itulah Hajun tetap hidup, bukan sebagai figur pasti, tapi sebagai simbol ruang yang belum selesai kita kenali. Mungkinkah sebagian dari kita hari ini, tanpa menyadarinya, mewarisi sesuatu dari kisah yang tak pernah tercatat?

Penulis: Abqurah

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *