Baik dalam Alkitab dan Al-Qur’an, ketika berbicara 10 perintah Allah, ada satu perintah yang selalu jadi nomor satu. Bagaimana tidak, ketika perintah nomor satu ini dilanggar maka akan menjadi efek domino bagi perintah-perintah lain. Ketidakpahaman dan ketidaktaatan hamba kepada perintah urutan pertama dan terutama dari Sang Pencipta ini membuat orang-orang secara sadar atau tidak melakukan dosa atau pelanggaran.
Bahkan bisa dikatakan semua dosa yang dilakukan itu sepaket dengan pelanggaran dari peringatan atau perintah Tuhan ini. Perintah ini seakan pondasi atau akar dari perintah yang lain, ketika pondasi atau akar ini hancur maka rubuhlah bangunan atau pohon di atasnya.
Perintah pertama itu ialah (Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku) Keluaran 20 ayat 3. Di Al-Qur’an dikatakan (tidak akan menyekutukan sesuatu apa pun dengan Allah)
(QS. Al-Mumtahanah 60: Ayat 12). Maksud perintah itu jelas. Jangan sampai DIA yang Esa diduakan. Diduakan di sini konteksnya ialah ketika manusia selaku hamba memiliki tuan-tuan lain yang ditaatinya selain kepada-Nya. Orang-orang kadang salah kaprah dengan ayat setelahnya; 20:4 (Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi.)
20:5 (Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku)
Padahal ayat tersebut merupakan amsal atau perumpamaan yang perlu dicermati lebih dalam. Memang benar tidak boleh menyembah patung atau berhala karena itu jelas merupakan perbuatan sia-sia bahkan kerugian.
Tetapi jauh lebih dalam, patung ataupun berhala merupakan wujud simbolik adanya tuan-tuan lain di bumi. Berhala itu hanyalah semiotik. Ketika manusia punya kecintaan yang lebih tinggi dari pada-Nya atau ketika menganggap sesuatu mampu memberi lebih daripada-Nya itulah maksud berhala tersebut. Di ayat setalahnya pun ditegaskan seperti itu. 20:6 (tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku).
Sama seperti Al-Qur’an. Hari ini orang-orang jika ditanya tentang syirik, maka jawabannya: syirik adalah mempersekutukan atau menduakan Allah seperti menyembah patung, menyembah pohon beringin, percaya kepada dukun, meyakini pusaka-pusaka memiliki kekuatan yang besar, dan lain-lain. Demikianlah pemahaman orang-orang tentang syirik, dan setiap kali ditanya tentang syirik, maka jawabannya pasti seperti itu. Sebenarnya yang dimaksud dengan syirik tidaklah demikian.
Jika, misalnya, syirik dicontohkan dengan menyembah patung atau percaya kepada dukun, berarti dalam pemahaman orang-orang tersebut Allah seperti (berwujud) patung atau dukun.
Berarti terjadi equivalent antara Allah dengan patung atau dukun. Ada dua patung, patung A dan patung B (= Allah), tetapi yang disembah orang-orang adalah patung A, sehingga dikatakan orang-orang tersebut telah mempersekutukan atau menduakan (menomorduakan) Allah. Atau terdapat dua dukun, dukun I dan dukun II (= Allah), tetapi yang dipercayai adalah dukun I, sehingga orang-orang itu dikatakan telah berbuat syirik terhadap Allah.
Tidaklah demikian syirik itu karena dalam surah QS 42/11 dikatakan bahwa (tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah).
Dalam surah QS 42/11 tersebut, dikatakan bahwa Dia-lah Allah yang telah menciptakan Langit dan Bumi dan segala isinya. Karena Dia-lah Allah satu-satunya yang telah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya, maka Allah punya peran (peranan) yang seharusnya tidak dapat dimiliki oleh makhluq ciptaan-Nya. Ketika ada makhluk ciptaan-Nya yang berperan selayaknya Sang Pencipta, yakni Allah, maka dikatakan telah terjadi kemusyrikan. Lalu, apakah peranan Allah?
Peranan Allah ini digambarkan dalam surah Al Fatihah 1:2,4,dan 5.
Segala puji bagi Allah, Pengatur (Robb) semesta Alam (ayat 2)
Yang Menguasai (Malik) hari pembalasan (ayat 4)
Hanya kepada Engkau-lah kami mengabdi (Ma’bud) dan meminta pertolongan (ayat 4)
Allah mempunyai tiga peranan yakni selaku Robb (Pengatur), Malik (Penguasa), dan Mabud (Yang Diabdi). Yang dimaksud Allah berperan selaku Robb adalah Allah selaku satu-satunya Pengatur di alam semesta, Allah selaku Malik adalah Allah selaku Penguasa Tunggal atas segala yang diciptakanNya. Kemudian Allah selaku Mabud adalah Allah selaku satu-satunya yang diabdi oleh makhluqNya. Tentu, karena Dia-lah Allah yang menjadi Pengatur dan Penguasa, maka Dia-lah Allah satu-satunya yang patut untuk diabdi oleh makhluq-makhluqNya.
Itulah perintah yang berada dalam urutan pertama, sesuatu yang sangat penting dan utama dalam perjalanan kehidupan penghambaan kita.
