Sebagian besar orang hanya mengenal dua nama ketika membahas istri Abraham, yaitu Sarah dan Hajar. Keduanya memang tercatat jelas dalam berbagai riwayat, baik dalam Alkitab maupun Al-Qur’an. Sarah adalah istri pertama yang setia mendampingi Abraham dalam perjalanan panjang imannya, sementara Hajar dikenal sebagai ibu dari Ismail, tokoh penting dalam sejarah Islam.
Namun, tahukah kita bahwa Abraham sebenarnya memiliki seorang istri lain yang jarang disebut? Namanya adalah Keturah. Dalam Kitab Kejadian pasal 25 ayat 1, disebutkan secara eksplisit bahwa setelah kepergian Sarah dan kisah bersama Hajar, Abraham mengambil seorang istri bernama Keturah. Sayangnya, keberadaan Keturah nyaris tidak dikenal luas. Ia seolah tenggelam dalam senyap sejarah.
Padahal, peran Keturah tidak kalah penting. Ia melahirkan keturunan bagi Abraham, keturunan yang memperluas jejak janji Allah di luar garis keturunan Ishak dan Ismail. Kehadiran Keturah menjadi pengingat bahwa sejarah selalu memiliki sisi tersembunyi, menunggu untuk digali, dan dipahami lebih dalam.
Kejadian 25:1–6
25:1 Abraham mengambil pula seorang isteri, namanya Keturah.
25:2 Perempuan itu melahirkan baginya Zimran, Yoksan, Medan, Midian, Isybak, dan Suah.
25:3 Yoksan memperanakkan Syeba dan Dedan. Keturunan Dedan ialah orang Asyur, Letush, dan Leum.
25:4 Anak-anak Midian ialah Efa, Efer, Henokh, Abida, dan Eldaa. Itulah semuanya keturunan Keturah.
25:5 Abraham memberikan segala harta miliknya kepada Ishak,
25:6 tetapi kepada anak-anaknya dari gundik-gundiknya ia memberikan pemberian; kemudian ia menyuruh mereka, selagi ia hidup, meninggalkan Ishak, anaknya, dan pergi ke sebelah timur, ke Tanah Timur.
Mengapa Figur Keturah Penting untuk Diketahui?
Keturah membawa cabang keturunan Abraham yang jarang mendapatkan sorotan. Sementara Ishak dan Ismail dikenal luas karena keberhasilan mereka membangun peradaban dan menjadi tokoh penting, keturunan Keturah justru sering terlupakan. Padahal, mereka juga bagian dari janji besar Tuhan kepada Abraham: bahwa keturunannya akan menjadi bangsa-bangsa besar.
Keberadaan Keturah bukan hanya sebagai tambahan catatan silsilah, tetapi sebagai simpul penting yang membuka perluasan cakupan janji ilahi.
Dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah (2) ayat 124, Allah berfirman kepada Ibrahim:
“(Ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.” Ibrahim berkata, “(Aku mohon juga) dari sebagian keturunanku.” Allah berfirman, “(Doamu Aku kabulkan, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”
Ayat ini memberi sinyal bahwa janji Allah kepada Abraham bersifat meluas, mencakup keturunannya yang menjaga keadilan dan kebenaran, tanpa membatasi hanya kepada satu garis keturunan.
Apakah Figur Keturah Disembunyikan dalam Sejarah?
Mungkin bukan secara sengaja disembunyikan, tetapi karena minimnya narasi dan perhatian dari pembaca kitab suci, sosok Keturah dan keturunannya menjadi terpinggirkan. Padahal, seperti yang kita lihat dalam Kitab Kejadian, Abraham memberikan pemberian kepada mereka dan menugaskan mereka untuk meninggalkan Ishak dan pergi ke Tanah Timur.
Yang berarti hal tersebut bukan tentang pengusiran, melainkan pengutusan. Mereka membawa warisan iman, nilai-nilai ilahi, serta arah pergerakan sejarah yang baru. Kepergian mereka adalah misi.
Dalam Kitab Kejadian 25:6, dikatakan bahwa:
“…ia (Abraham) menyuruh mereka masih pada waktu ia hidup, meninggalkan Ishak, anaknya, dan pergi ke sebelah timur, ke Tanah Timur.”
Dalam bahasa Ibrani, frasa “Tanah Timur” diterjemahkan dari kata ’erets qedem, yang terdiri dari:
• Erets = tanah, negeri
• Qedem = timur, dahulu, purba
Dalam pemahaman Ibrani, kata qedem tidak hanya menunjuk arah mata angin, tetapi juga menyiratkan makna historis-spiritual sebagai sesuatu yang asal-usul, kuno, atau sumber hikmat. Maka, “Tanah Timur” bisa dipahami sebagai tempat yang bukan hanya secara geografis berada di timur dari Tanah Perjanjian (Kanaan), tapi juga sebagai wilayah strategis yang menyimpan potensi pewahyuan dan penggenapan ilahi di luar narasi pusat.
Redundansi Geografis: “Sebelah Timur, ke Tanah Timur”
Frasa ganda dalam Kejadian 25:6, “ke sebelah timur, ke Tanah Timur”, dapat dibaca sebagai penekanan geografis sekaligus profetik. Dalam tradisi sastra Ibrani, pengulangan arah bukan tanpa makna. Hal itu mengisyaratkan bahwa yang dimaksud bukan sekadar timur terdekat, tetapi perjalanan yang lebih jauh, lebih dalam, dan lebih bernilai misi.
Dengan kata lain, Abraham tidak sekadar memindahkan anak-anak Keturah ke wilayah timur sebagai bentuk pemisahan dari Ishak, melainkan mengutus mereka untuk menjalankan misi, membawa warisan nilai ilahi ke tanah yang lebih luas, ke peradaban timur, bahkan timur dari timur.
Secara geografis dan historis, arah “timur” dari wilayah Abraham (Hebron atau Beersheba di Kanaan) dapat dijabarkan dalam beberapa lapis:
Arah Timur dari Kanaan
Wilayah Saat Itu
Negara Modern Saat Ini
Timur dekat
Edom, Moab, Ammon Yordania
Timur tengah
Sinear (Babel), Ur, Elam
Irak bagian selatan, Iran barat Timur jauh
Media, Persia, India kuno Iran timur, Pakistan, India
Timur yang lebih jauh Jalur Sutra, Hindia Timur Asia Tenggara
Dalam peta penyebaran peradaban, migrasi dari Mesopotamia menuju wilayah timur dikenal dalam sejarah sebagai bagian dari perluasan jalur budaya dan ekonomi dunia:
Mesopotamia → Elam → Persia → Indus → Himalaya → Nusantara
Dari Pusat ke Pinggiran: Timur sebagai Wilayah Perjanjian yang Terlupakan
Jika Yerusalem (pusat perjanjian Ishak) dan Arab (pusat keturunan Ismail) menjadi sorotan dalam sejarah, maka Tanah Timur tempat anak-anak Keturah diarahkan menjadi wilayah misi yang diangkat. Padahal mereka juga membawa bagian dari janji Allah.
•. Mereka bukan dibuang, tapi dikirim.
•. Bukan dihapus dari sejarah, tetapi diarahkan melanjutkan dari naskah utama untuk menulis bab lain yang belum dibaca.
Maka wajar jika kita bertanya:
Apakah “Tanah Timur” tempat mereka pergi berakhir di kawasan Asia? Apakah mungkin arah “ke timur dan timurnya lagi” itu menjangkau Nusantara, tempat pertemuan budaya, poros rempah dunia, dan titik persinggungan spiritualitas Timur?
Dalam konteks janji Allah kepada Ibraham di Al-Baqarah 2:124, Allah berfirman:
“Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.” ibraham berkata, “Termasuk dari keturunanku?” Allah menjawab, “Janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”
Ayat ini membuka ruang bahwa setiap keturunan Abraham yang hidup dalam kebenaran berhak menerima bagian dari janji itu, termasuk keturunan Keturah.
Dan jika mereka berjalan sesuai perintah Abraham, menuju timur, dan menanam nilai ilahi di sana, maka apakah Mungkin sudah waktunya dunia menoleh ke timur, bukan hanya Timur Tengah, tetapi timur dari timur, tempat janji Tuhan terus bergaung, menunggu untuk dikenali dan dihidupi? Dalam berbagai peta sejarah alkitabiah, Tanah Timur dapat mencakup wilayah Mesopotamia, Persia, hingga kawasan Asia yang lebih jauh, sebuah wilayah yang luas dan strategis dalam sejarah peradaban dunia.
Hal ini membuka ruang kontemplasi spiritual:
Jika Sarah dan keturunannya mengakar di tanah Kanaan dan Yerusalem, Hajar dan keturunannya berperan di wilayah Arab, maka apakah mungkin keturunan Keturah melanjutkan jejak ke arah timur yang lebih jauh lagi..menuju Asia, bahkan Nusantara?
Kepergian Keturah dan anak-anaknya bukan sekadar perpindahan, tetapi langkah strategis sejarah yang dibekali bukan hanya harta, tetapi visi dan misi. Visi yang sama diemban oleh Sarah dan Hajar: untuk menumbuhkan peradaban yang mengenal Tuhan, di tempat-tempat yang akan menjadi panggung sejarah besar.
Who knows, guys? Sometimes the most forgotten names carry the weight of destinies we haven’t even dared to trace.
Penulis: Angkasa