Di dunia modern, tak ada kata yang lebih sering menyusup dalam percakapan tanpa kita sadari selain akhiran: –isme. Dari nasionalisme, kapitalisme, sosialisme, hingga ekstremisme, semuanya hadir sebagai sistem nilai, sebagai lensa melihat dunia, dan terkadang, sebagai ikatan batin yang tak tertanya.
Namun, pernahkah kita bertanya:
Dari mana semua isme-isme ini datang? Untuk siapa ia bekerja? Seberpengaruh apa dia?
Dan apakah ia membawa manusia lebih dekat pada kebenaran… atau justru menjauhkan?
Sejarah mencatat bahwa banyak dari isme-isme itu lahir dari kegelisahan manusia yang mencari arah: tentang keadilan, kebebasan, martabat, dan identitas. Mereka merasa pedoman yang sudah ada tidak cukup. Ideologi tersebut kemudian berubah menjadi absolutisme, ketika gagasan dijadikan berhala, dan ketika manusia mulai tunduk pada sistem ciptaannya sendiri, di situlah banyak isme-isme berubah menjadi penjara pemikiran.
Seri ini bukan untuk mencela semata, tapi untuk membaca ulang. Bukan untuk menafikan eksistensi, tapi untuk menguji esensinya. Kita akan membedah isme-isme yang populer di dunia modern, dari chauvinisme hingga individualisme dan membandingkannya dengan pandangan semesta yang ditinggalkan oleh Sang Kausa Prima ditipkan ke para pembawa risalah: pandangan tauhid, keadilan, dan kehidupan yang berpijak pada kebenaran universal.
“Dan siapakah yang lebih baik jalannya daripada orang yang berserah diri kepada Allah, dan mengikuti ajaran Ibrahim yang hanif?” (QS. An-Nisa: 125)
Dalam setiap edisi, kita akan bertanya:
Apa akar dari isme ini?
Apa janji dan bahayanya?
Bagaimana pandangan Ibrahimik melihatnya?
Karena keyakinan bukan sekadar soal percaya, tapi juga menyadari apa yang kita hindari. Dan siapa tahu, mungkin banyak dari kita tak sadar sedang hidup dalam isme yang tak pernah kita pilih.
Selamat mengikuti. Mari menyelami, bukan untuk membenci, tapi untuk membebaskan.
Agar kita tidak menjadi pengikut isme… yang bahkan tidak kita mengerti.